NIKAH SIRI DALAM PERSPEKTIF USHUL FIQH

Written By IMM Tarbiyah on Jumat, 16 September 2011 | 17.58


  1. Pendahuluan
Sudah menjadi kesepakatan para sebagian ulama bahwa nikah sirri itu sah hukumnya menurut pandangann Islam, terbukti banyak pendapat masyarakat yang pada saat-saat lalu menulis di artikel-artikel, majalah-majalah tentang ketidak haramya nikah sirri.
Tapi yang menjadi problematika pada saat sekarang ini ialah masih bolehkah melakukan nikah secara sirri, baik ditinjau dari kemajuan zaman yang serba modern maupun ditinjau dari hukum Islam yang slalu fleksibel mengikuti perkembangan zaman/ cara nalar pikir manusia yang terus maju sesuai dengan kemajuan tekhnologi.
Dari problematika inilah pemakalah akan mencoba menyimpulkan/ memaparkan bolehkah nikah sirri di lakukan atau sebaliknya, yakni dilarang secara tegas, baik dalam hukum negara maupun dalam hukum agama.

  1. Pembahasan
  1. Pengertian Nikah
Menurut syara’ nikah berarti: Akat yang menyebabkan bolehnya melakukan istimta’ (campur) dengan seorang wanita, dan ini dapat terjadi jika wanita itu bukan orang yang haram dinikahi karena hubungan nasab.1 Nikah menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut arti majazi atau arti hukum ialah akad yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suaami istri atara seorang wanita dengan seorang pria.2
Tentang hukum melakukan perkawinan, Ibn Rasyd menjelaskan: Menurut segolongan fuqaha’ nikah itu hukumnya sunah. Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para Malikiyah Mutakhirin berpendapat bahwa wajib untuk sebagian orang, sunnah untuk sebagian yang lainnya dan mubah untuk segolongan yang lain.
Perbedaan pendapat ini kata Ibn Rusyd disebabkan adanya penafsiran apakah bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadits-hadits berkenan dengan masalah ini, harus diartikan wajib, sunnah ataukah mungkin mubah. Jadi dapat dikatakan bahwa hukum nikah itu bisa Wajib, sunnah, mubah,makruh bahkan haram, ini semua tergantung dari niatnya masing-masing dan kemampuan untuk menghadapi masa baru, baik itu dari segi materi maupun non materi.3
  1. Nikah Sirri
Pengertian sirri itu sendiri artinya rahasia, jadi dapat dikatakan nikah sirri adalah nikah yang di rahasiakan, dirahasiakan karena takut dan malu di ketahui umum. Padahal nikah itu harus di maklumatkan, di umumkan, di ketahui oleh orang banyak supaya menghilangkan Fitnah dan menjaga nama baik dan kehormatan.
Perkawinan sirri yang terjadi di dalam masyarakat adalah kasus yang lama sekali muncul dan hadir di tengah masyarakat, tetapi selama itu pula jeratan hukum begitu menyiksanya terutama bagi para istri. Hak dan kewajibannya dirampas oleh hukum atau Hakim. Kajian perkawinan sirri yang terjadi di dalam masyarakat termasuk kajian etika terapan, karena perkawinan sirri dipandang menurut norma hukum dan norma agama. Padahal mempelajari norma hukum atau norma agama berarti mempelajari pengaruh hukum terhadap masyarakat.4
  1. Macam-Macam Nikah Sirri
    1. Nikah yang dilakukan tanpa adanya wali.
Pernikahan seperti ini jelas halnya bahwa pernikahan yang dilakuakan tanpa wali adalah tidak sah. Sebab wali merupakan rukun sahnya pernikahan. Seperti halnya Rasulullah SAW. bersabda:
لا نكاح إلا بولي
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].
Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:
أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل, فنكاحها باطل , فنكاحها باطل
Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].
Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali.
    1. Pernikahan yang dialakukan tanpa dicatatkan oleh petugas PPN yang ada dibawah wewenang KUA atau disebut juga nikah dibawah tangan.
Pernikahan seperti ini menurut agama hukumnya sah akan tetapi dari segi hukum formal atau undang-undang bahwa perrnikahan tersebut tidak sah. Pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya.
Adapun yang menjadi dasar hukum bahwa pernikahan itu haruslah dicatat kepada lembaga pemerintah (KUA/catatan sipil) sebagai berikut:
Allah SWT berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya ... [QS AL-Baqarah (2):
    1. Pernikahan yang dilakukan tanpa adanya saksi.
pernikahan seperti ini jelas halnya bahwa perkawinanya tidak sah. Seperti halnya Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
Dari Aisyah bahwa rasul allah saw berkata tidak ada nikah kecuali denagan wali dan dua orang saksi yang adil (HR. Al-Daraquthniy)
    1. Pernikahan yang dihadiri saksi dan wali akan tetapi tidak di I’lankan kekhalayak (penyampaian berita kepada khlayak) atau disebut juga walimah.
Sebagian ulama berkata bahwa melaksanakan walimah di dalam pernikahan itu wajib hukumnya. Akan tetapi tidak semua mengatakan bahwa hal tersebut wajib. Seperti halnya hadis dibawah ini:
حَدَّثَنَا أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Adakah walimah walaupun dengan seekor kambing”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim].5
  1. Metode Penentu Sah Tidaknya Nikah Sirri
Ada banyak sekali metode yang dapat kita gunakan untuk menentukan suatu hukum yang di dalam al-Qur’an belum dijelaskan, antara lain:
    1. Dengan menggunaka Istishab
Istishab itu sendiri menurut bahasa diartikan al-mushahabah (persahabatan) atau istimraru al-suhbati (berlangsungnya persahabatan). Menurut istilah, al-istishab didefinisikan dalam kemasan dua redaksi: pertama oleh al-Syaukani (w. 1255) yang mengatakan : yaitu eksisnya hukum suatu persoalan selama belum ada kekuatan lain (dalil) yang mengubahnya.
Kedua oleh Ibnu al-Qayyim yang mendefinisikan: yaitu berlangsungnya ketentuan hukum yang ditetapkan pada masa lampau dan penolakan ketentuan hukum yang telah digugrkan pada masa lampau; dengan ungkapan lain menetapkan ketentuan hukum masa lalu dengan penolakan dan atau penetapan untuk tetap diberlakukan sampai ada ketentuan lain yang merubahnya.6
Dengan metode ini dapat dijelaskan bahwa nikah secara sirri itu tidak dilarang karena pada pada mulanya nikah sirri itu diperbolehkan oleh Nabi, karena metode ini mengukuhkan yang dulunya sudah ada yakni tidak haram nikah melalui jalan sirri. Tapi metode ini berlaku jika ada keyakinan dan keragu-raguan.
    1. Dengan Menggunakan Metode Sad’dud darri’ah
Yakni menutup jalan perbuatan dosa. Dengan menggunakan metode ini nikah sirri itu tidak dibolehkan. Memang pada dasarnya nikah itu boleh bahkan wajib jika sudah memenuhi syarat, tapi jika dilakukan dengan cara sirri ditambahlagi pada masa sekarang ini itu bisa menjadi haram, karena akan sangat merugikan dari pihak wanita. Selain itu juga melanggar undang-undang yang telah jelas melarang nikah sirri, bahkan pelaku, wali dan yang menikahkan akan dikenai sanksi dan denda. Dan sikap melanggar hukum negara adalah sikap tidak mencintai tanah air, padahal mencintai tanah air adalah sebagian dari Iman.
Dari dua metode diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa nikah secara sirri itu tidak diperbolehkan di era sekarang ini, dengan alasan merugikan dari pihak perempuan dan juga melanggar norma hukum yang telah ditetapkan. Selain itu metode kedua lebih meyakinkan dan lebih kuat sesuai tantangan zaman, lain ceritanya kalau metode kedua ini digunakan pada masa sahabat.
  1. Dampak Pernikahan Sirri Pada Keluarga Dan Masyrakat
    1. Dampak Negatif Dalam Keluarga
        1. Adanya Perselisihan
Yang dimaksud perselisihan disini adalah pertengkaran/ percekcokan yang terjadi dalam keluarga yang melakukan poligami. Percekcokan tersebut terjadi karena adanya ketidak adilan diantara istri pertama ataupun kedua. Percekcokan tersebut terjadi karena salah satu istri dikarenakan nikah sirri maka suami tidak mendaftarkan perkawian yang telah dilakukan kepada pejabat yang berwenang.
        1. Terabaikannya Hak Dan Kewajiban
Terabaikannya hak dan kewajiban, seorang suami yang melakukan poligami mengabaikan hak dan kewajibannya sebagai seorang suami terhadap istri pertamanya. Dikarenakan si suami lebih sering bersama istri mudanya sehingga si suami mengabaikan kewajibannya selaku suami.
        1. Adanya Keresahan/Kehawatiran
Adanya keresahan/kehawatiran melaksanakan pernikahan sirri, dikarenakan tidak memiliki akta nikah. Mereka khawatir apabila berpergian jauh atau kemalaman dijalan mereka tidak dapat membuktikan bahwa mereka suami istri, sehubungan dengan banyaknya razia.
    1. Dampak Negatif Dalam Masyarakat
        1. Adanya Fitnnah
Resiko pernikahan sirri adalah timbulnya fitnah, masyarakat menggap bahwa perkawinan yang dilakuakan secara sirri merupakan upaya dirinya (pasangan yang menikah) untuk menutupi aib seputar kehamilan diluar nikah. Walaupun spekualsi tersebut belum tentu benar adanya.
        1. Adanya Anggapan Poligami
Poligami, merupakan salah satu kecurigaan yang timbul di dalam masyarakat akibat pernikahan yang dilakuakan secara sirri. Masyarakat mengagap bahwa pernikahan sirri merupakan upaya untuk menutupi seputar poligami sehingga dengan demikian istri sebelumnnya atau istri pertamanya tidak mengetahui prihal poligami tersebut. Walaupun anggapan tersebut tidak benar adanya.7
  1. KESIMPULAN
Dari uraian tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa nikah secara sirri itu tidak sah hukumnya pada masa sekarang, karena memang ada banyak alasan kenapa nikah sirri dilarang. Akan tetapi dengan adanya pendapat yang menguatkan sahnya nikah sirri ini maka hal ini tidak menjadi problem yang teramat besar karena masing-masing beranggapan dengan argumen-argumen yang kuat, hal ini adalah hak semua orang yang menilainya.
Akan lebih meyakinan lagi jika dikaitkan dengan betapa buruknya akibat dari pernikahan secara sirri, yang mana akan menghancurkan jiwa dan moraitas bangsa.
Akhirnya penulis berharap semoga para masyarakat terutama masyarakat Islam dapat memahami betul dampak-dampak yang dilakukan dibawah tangan atau dilakikan secara ilegal demi perjuangan pada masa-masa yang akan kita lewati. Dan para generasi muda tidak menyesal dikemudian hari akan keseriusan kita dalam menanggapi masalah-masalah yang lahir, salah satunya nikah sirri yang sering menjadi perdebatan/ problematika didalam seminar-seminar.

DAFTAR PUSTAKA
Hamdani, Muhamad Faisal, Nikah Mut’ah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008.
Ramulyo, Muh. Idris, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1995.
Rahman Ghazaly, Abdul, Fikih Munakahat, Jakarta: Prenanda Media, 2003.
http://www.google.com (Nikah Sirri)
Sudirman Abbas, Ahmad, Dasar-Dasar Masalah Fiqhiyyah Jakarta: Banyu Kencana, 2003.
http://www.google.com (Nikah Sirri Dalam Perspektif usshul fiqh)
1 Muhamad Faisal Hamdani, Nikah Mut’ah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008), hal. 17.

2 Muh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hal. 1.

3 Lebih jelasnya lihat, Abdul Rahman Ghazaly , Fikih Munakahat ( Jakarta: Prenanda Media, 2003), hal. 18-21.

4 http://www.google.com ( Nikah Sirri)

5 Ibid.,

6 Ahmad Sudirman Abbas, Dasar-Dasar Masalah Fiqhiyyah (Jakarta: Banyu Kencana, 2003), hal. 83-84.

7 http://www.google.com (Nikah Sirri Dalam Perspektif usshul fiqh)

Ditulis Oleh : IMM Tarbiyah ~IMM Komisariat Dakwah

IMM.Dakwah Anda sedang membaca artikel berjudul NIKAH SIRI DALAM PERSPEKTIF USHUL FIQH.

Ditulis oleh IMM Komisariat Dakwah.

Silahkan manfaatkan dengan bijak.

Blog, Updated at: 17.58