JUAL BELI DAN RIBA

Written By IMM Tarbiyah on Rabu, 28 September 2011 | 09.11


PENDAHULUAN

Allah SWT. Telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama lain. Supaya mereka tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup, baik dengan jalan juaj beli, sewa-menyewa, dan lain-lain.
Jual beli sudah ada sejak dulu bahkan sebelum zaman Rasulallah SAW. Dahulu sebelum orng-orang mengenal uang sebagai alat tukar, mereka menggunakan sistem barter dan setelah orang-orang mengenal uang, mereka menggunakan uang sebagai alat tukar. Bahkan semakin hari, zaman semakin modern dan jual beli semakin canggih. Sekarang ini antara pembeli dan penjual tidak harus bertemu, mereka bisa transaksi jual beli melalui internet, HP, dan lain-lain.
Dengan cara tersebut kehidupn manusia menjadi teratur, akan tetapi sekarang karena sifat tamak manusia dan suka mementingkan diri sendiri. Supaya hak masing-masing manusia tetap terjaga, oleh karena itu, agama memberi peraturan sebaik-baiknya agar kehidupan manusia jadi terjamin dan teratur.
Allah SWT.memerintahkan kepada umatnya untuk berusaha menghilangkan kemiskinan dengan usaha yang halal, hal ini seperti dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang yang berusaha dengan jalan yang halal itu tidaklah akan mendapat kemiskinan, kecuali apabila dia telah dihinggapi oleh tiga macam penyakit yaitu tipis kepercayaan agamanya, lemah akalnya dan hilang kesopanannya”.

Jual beli yang dihalalkan oleh agama, namun akan berubah menjadi haram jika dalam jual beli itu ada unsur riba. Karena riba itu benar-benar dilarang oleh agama islam, sampai-sampai Allah SWT.berfirman bahwa orang yang tidak berhenti dari, itu seolah-olah menantang peparangan dengan Allah SWT dan Rasul-Nya

JUAL BELI

  1. Pengertian
Jual beli menurut bahasa al-ba’i, al-ijarah dan al-mubadalah yang berarti menjual, perdagangan. Menurut istilah yang dimaksud jual beli adalah:
    1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.1
    2. Menurut ulama Hanafiah
مُبَادَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ عَلَى وَجْهٍ مَخْصُوْصٍ
Artinya:
Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu”.
Yang dimaksud melalui cara tertentu adalah ijab dan qabul atau saling memberikan barang dan menetapkan harga antara penjual dan pembeli.
    1. Menurut Sayid Sabiq
مُبَادَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ عَلَى سَبِيْلِ التَّرَضِى
Artinya:
Saling menukar harta dengan harta atas dasar suka sama suka”.
    1. Imam An-Nawawi
مُقَابَلَهُ مَالٍ بِمَالٍ تَمْلِيْكًا
Artinya:
Saling tukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik” 2
  1. Dasar Hukum Jual Beli
Dalam al-Qur'an Allah SWT berfirman:
وَأَحَلَّ الله ُاْلبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ...
Artinya:
“…Padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Al-Baqarah: 275)
Sabda Rasulallah SAW:
اِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍى (رواه البيهقى)
Artinya:
Jual beli itu atas dasar suka sama suka” (HR. Baihaqi)3
Nabi Muhammad SAW ditanya: “Pekerjaan apa yang paling baik?” Beliau menjawab: “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur, yaitu tidak tipuan dan khianat”. 4
  1. Hukum Jual Beli
Jual beli hukumnya mubah (boleh). Namun, menurut Imam as-Syatibi, hukumnya bisa berubah menjadi wajib dalam situasi tertentu. Contoh: Apabila terjadi praktek penimbunan barang, sehingga stok hilang dari pasar dan harga melonjak tinggi maka pemerintah boleh memaksa para pedagang menjual barang-barang sesuai dengan harga pasar sebelum terjadi pelonjakan harga barang itu. Para pedagang wajib memenuhi ketentuan pemerintah dalam menentukan harga di pasaran.5

  1. Rukun dan Syarat Jual Beli
Menurut mazhab Hanafi, rukun jual beli hanya ijab qabul saja, karena jual beli itu hanyalah kerelaan antara kedua belah pihak. Menurut jumhur ulama, rukun jual beli ada 4, yaitu:
  1. Ada penjual dan pembeli
  2. Ijab qabul
  3. Barang yang diperjualbelikan
  4. Ada nilai tukar 6
Adapun syarat jual beli, meliputi syarat sah dan syarat benda yanh diperjualbelikan. Menurut Ulama Fiqh, syarat sah jual beli yaitu:
  1. Jual beli itu terhindar dari cacat
Seperti barang yang diperjual belikan tidak jelas, baik jenis, kualitas maupun kuantitasnya.
  1. Apabila barang itu bergerak, maka barang itu dikuasai pembeli dan harga dikuasai penjual. Sedangkan barang tidak bergerak, dapat dikuasai pembeli setelah surat menyurat diselesaikan sesuai dengan kebiasaan setempat.7
Sementara itu,syarat benda yang diperjual belikan meliputi:
  1. Suci, tidak sah penjualan benda-benda najis seperti anjing, babi, dan lain-lain
  2. Memberi manfaat menurut syara’
  3. Dapat diserahkan dengan cepat atau lambat sesuai dengan kesepakatan
  4. Milik sendiri
  5. Diketahui (dilihat), barang yang diperjualbelikan diketahui banyaknya, beratnya, takarannya atau ukuran-ukurannya yang lain.8
  1. Unsur Kelalaian Dalam Jual Beli
Menurut ulama fikih yaitu:
  1. Barang yang dijual itu bukan milik penjual (barang titipan, jaminan hutang, barang curian)
  2. Barang tidak diantar dan tidak tepat waktu diserahkan
  3. Barang tersebut rusak sebelum sampai ke tangan pembeli
  4. Barang tersebut tidak sesuai dengan contoh yang telah disepakati 9
  1. Macam-Macam Jual Beli
  1. Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada 2 macam:
    1. Jual beli yang sah menurut hukum
    2. Jual beli yang batal menurut hukum
  2. Menurut Imam Taqiyudin, jual beli dibagi menjadi 3 macam yaitu:
    1. Jual beli benda yang kelihatan
Yaitu barang ada di depan penjual dan pembeli waktu melakukan akad jual beli.
    1. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian, seperti penyerahan barangnya pada waktu tertentu.
    2. Jual beli benda yang tidak ada, separti jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena dikhawatirkan barangnya diperoleh dari curian atau barang titipan. 10
Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya di antaranya:
  1. Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan lain-lain
  2. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya
  3. Menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen dan sebagainya 11
  1. Hak Khiyar dalam Jual Beli
Hak khiyar yaitu hak memilih untuk melangsungkan atau tidak jual beli tersebut karena ada suatu hal. Hak khiyar itu dapat berbentuk:
  1. Khiyar Majlis
Yaitu kedua belah pihak yang melakukan akad mempunyai hak pilih untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli selama masih berada dalam suatu majlis (tempat) atau toko, seperti jual beli atau sewa menyewa.
  1. Khiyar Syarat
Yaitu ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau keduanya untuk meneruskan atau membatalkan akad itu dalam tenggang waktu yang disepakati bersama.
  1. Khiyar Aib
Yaitu hak pilih pembeli untuk menyatakan batal atau berlaku jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat pada saat akad berlangsung.12
  1. Berselisih dalam Jual Beli
  1. Perselisihan Harga
Bila antara penjual dan pembeli berselisih dalam harga suatu benda yang diperjualbelikan, maka yang dibenarkan ialah kata-kata yang punya barang, bila antara keduanya tidak ada saksi dan bukti lainnya. Sabda Rasulallah SAW:
اِذَا احْتَلَفَ الْبَيْعَانِ وَلَيْسَ بَيْنَهُمَا بَيَّنَهُ فَهُوَ مَا يَقُوْلُ رَبُّ السَّلْعَةِ أَوْ يَتَنَارَكَانِ (رواه ابو داوود)
Artinya:
  1. Bila penjual dan pembeli berselisih dan di antara keduanya tidak ada saksi, maka yang dibenarkan adalah perkataan yang punya barang atau dibatalkan” (HR. Abu Dawud)13

Pembeli boleh memilih, apakah ia akan mengambil barang dengan harga yang dikatakan penjual atau ia bersumpah bahwa ia tidak membeli barang dengan harga seperti yang dikatakan penjual tersebut dan ia membelinya dengan harga yang lebih kecil dari yang dikatakan penjual itu. Jika pembeli telah bersumpah, maka ia bebas dari kewajiban membeli barang dengan harga tersebut, kemudian barang dikembalikan kepada penjual, baik dalam keadaan utuh atau dalam keadaan rusak.14
Berdasarkan hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i dari Ibnu Mas’ud yang mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda: “Apabila berselisih kedua belah pihak (penjual dan pebeli) dan tidak ada bukti-bukti di antara keduanya, maka perkataan (yang diterima) ialah yang dikemukakan oleh pemilik barang atau saling mengembalikan (sumpah)”.15
  1. Perselisihan Pertanggungjawaban atas Resiko
    1. Apabila terjadi sebelum serah terima, maka penyelesaiannya:
      1. Jika barang rusak semua atau sebagiannya akibat perbuatan pembeli maka pembeli berkewajiban membayar
      2. Jika barang rusak sebelum serah terima akibat perbuatan penjual maka jual beli menjadi batal
    2. Apabila terjadi sesudah serah terima maka kerusakan tersebut menjadi tanggung jawab pembeli.
Dalam hal ini terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli yang bertanggung jawab yaitu di tangan siapa terjadinya cacat barang dan kesepakatan.
Jalan penyelesaiannya dalam Hukum Perikatan Islam melalui tiga jalan, yaitu pertama dengan jalan perdamaian, yang kedua dengan mengangkat seseorang sebagai juru damai dan yang ketiga melalui proses peradilan.16
  1. Badan Perantara
Badan perantara dalam jual beli sdisebut simsar yaitu seseorang yang menjual barang orang lain dan diberi upah oleh yang punya barang sesuai dengan usahanya. Orang yang menjadi simsar disebut komisioner, makelar atau agen.17


RIBA

  1. Pengertian
Akar kata riba adalah rangkaian huruf ra, ba dan huruf illat. Menurut bahasa, riba berarti ziyadah (tambah) dan nama’ (tumbuh). Dalam pemahaman sederhana, riba adalah kegiatan ekonomi yang mengambil bentuk pembungaan uang.18
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali ialah:
عَقْدٌ وَاقِعٌ عَلَى عِوَضٍ مَخْصُوْصٍ غَيْرَ مَعْلُوْمِ التَّمَاثِِلِ فِى مِعْيَارِ الشَّرْعِ حَالَةَ الْعَقْدِ اَوْ مَعَ تَأُخِيِرٍ فِى الْبَدَلَيْنِ اَوْ اَحَدِهِمَا
Artinya:
Akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”.
Menurut Abdurrahman al-Jaziri yang dimaksud riba ialah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya.19
  1. Sebab-Sebab Haramnya Riba
Sebab-sebab diharamkan riba ada banyak, antara lain:
    1. Karena Allah SWT dan Rasul-Nya melarang atau mengharamkannya
Firman Allah SWT:
وَأَحَلَّ الله ُالْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ...
Artinya:
“…Padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Al-Baqarah: 275)

وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِيْ أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُوْ عِنْدَ اللهِ
Artinya:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah SWT” (Ar-Rum: 39)

قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّمَا الرِّبَاءِ فِى النَّسِيْئَةِ (رواه البخاري)
Artinya:
Tidak ada riba kecuali pada pinjaman (nasiah)”.
    1. Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan tidak ada imbalannya, seperti seseorang menukarkan uang kertas Rp.10.000,- dengan uang recehan senilai Rp.9.950,-. Maka uang senilai Rp.50,- tidak ada imbangannya, maka uang senilai Rp.50,- adalah riba.
    2. Dengan melakukan riba, orang tersebut menjadi malas berusaha yang sah menurut syara’. Seperti orang yang memiliki uang 100 juta cukup disimpan di bank dan ia memperoleh bunga sebesar 2 % tiap bulan dari bank tersebut sebesar 2 juta.
    3. Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan cara utang piutang atau menghilangkan faedah utang piutang sehingga riba lebih cenderung memeras orang miskin daripada menolong orang miskin.20
    4. Al-Qur'an secara tegas melarang umat Islam memakan harta manusia secara bathil: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil…”.21
  1. Macam-Macam Riba
Perlu diketahui dan difahami bersama bahwa macam-macam riba menurut para ulama:
  1. Mayoritas fuqaha membagi riba menjadi dua, yaitu nasiah dan fadl
  2. Ulama mazhab Syafi’i membaginya menjadi tiga aitu riba fadl, nasiah dan yad (benda yang diakadkan belum ada ketika transaksi)
  3. Sayyid Sabiq mengkategorikan riba menjadi 2 macam, yaitu riba nasiah dan riba fadl
Yang dimaksud riba fadl adalah kelebihan jumlah pada salah satu pihak dalam jual beli barang tertentu. Dasar utama jenis riba fadl adalah hadits dari Ubadah bin Shamit bahwa Rosulullah SAW bersabda: “Emas dengan emas, biji dan zatnya harus sebanding timbangannya. Perak dengan perak, biji dan zatnya harus sebanding timbangannya. Garam dengan garam, kurma dengan kurma, bur dengan bur, syair dengan syair, sama dan sepadan. Maka siapa saja yang menambah atau meminta tambahan, maka dia telah melakukan riba”.
Sedangkan riba nasiah menurut mazhab Syafi’i berarti perjanjian utang untuk jangka waktu tertentu dengan tambahan pada waktu pelunasan utang, tanpa ada tambahan. Menurut Wahbah az-Zuhaili, riba nasiah adalah mengakhirkan pembayaran utang dengan tambahan dari jumlah utang pokok.
Berdasarkan pemahaman riba nasiah, maka dapat diketahui unsur-unsur yang terdapat dalam riba nasiah antara lain:
  1. Terjadi pada transaksi pinjam meminjam dalam jangka waktu tertentu
  2. Pihak peminjam harus dan wajib memberi tambahan pada pemberi utang ketika mengangsur atau melunasi pinjaman, khususnya ketika terjadi keterlambatan pembayaran utang.22
Secara umum pandangan para ulama dapat dijelaskan sebagai berikut:
Riba fadl terdapat dalam bentuk transaksi yang dilakukan melalui serah terima secara langsung. Di sini terjadi kelebihan atau tambahan terhadap nilai tukar salah satu barang (komoditi) yang mestinya termasuk dalam jenis yang sama dan keduanya memiliki nilai tukar yang sama, yang menurut Hanafiah sama dalam kadar dan ukurannya. Menurut Malikiyah ditentukan oleh masa peredran barang tersebut atau termasuk jenis bahan makanan yang biasa disimpan manusia. Menurut Syafi’iyah tergantung pada masa peredarannya atau termasuk bahan makanan pokok. Sedangkan menurut Hanbaliyah tergantung masa peredarannya atau ditentukan oleh kadar berat dan ukurannya.23
Sedangkan riba nasi’ah terjadi karena penundaan penyerahan salah satu barang dalam suatu transaksi jual beli yang menyebabkan perbedaan nilai tukar dari masing-masing barang tersebut, yang oleh karenanya termasuk riba. Perbedaan nilai tukar yang dimaksud adalah sebagai berikut: menurut Hanafiah adalah sama dalam jenis, berat atau ukurannya. Menurut Malikiyah meliputi jenis persediaan yang biasa disimpan manusia atau sesuai dengan masa peredarannya. Menurut Syafi’iyah termasuk jenis makanan pokok atau sesuai dengan masa peredarannya. Sedangkan menurut Hanbaliyah meliputi kadar berat dan ukurannya atau sesua dengan masa peredarannya.24
  1. Hal-hal yang Menimbulkan Riba
Jika seseorang menjual benda yang mungkin mendatangkan riba menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dari 2 macam mata uang, yaitu emas dan perak dengan yang sejenis atau bahan makanan seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah dan lain-lain, maka disyaratkan:
  1. Sama nilainya
  2. Sama ukurannya menurut syara’, baik timbangan, ukuran maupun takarannya
  3. Sama-sama tunai
Berikut ini yang termasuk riba pertukaran:
  1. Seseorang menukar langsung kertas Rp.10.000 dengan uang recehan Rp.9.950, uang Rp.50 tidak ada imbangannya.
  2. Seseorang meminjamkan uang sebanyak Rp.100.000 dengan syarat dikembalikan ditambah 10% dari pokok pinjaman maka 10% itu adalah riba.
  3. Seseorang menukarkan 1 liter beras ketan dengan 2 liter beras dolog, maka pertukaran tersebut adalah riba sebab beras harus ditukar dengan beras sejenis dan tidak boleh dilebihkan salah satunya.
  4. Seseorang yang akan membangun rumah membeli batu bata, uangnya diserahkan tanggal 5 Desember 1996, maka perbuatan tersebut adalah riba sebab terlambat salah satunya dan berpisah sebelum serah terima barang.
  5. Seseorang yang menukarkan 5 gram emas 22 karat dengan 5 gram emas 12 karat termasuk riba walaupun sama ukurannya tetapi berbeda nilai (harga)nya atau menukarkan 5 gram emas 22 karat dengan 10 gram emas 12 karat yang harganya sama, juga termasuk riba walaupun harganya sama ukurannya tidak sama.
Adapun dampak riba terhadap ekonom antara lain,riba dapat menimbulkan over produksi. Riba membuat daya beli sebagian besar masyarakat lemah sehingga persediaan jasa dan barang semakin tertimbun, akibatna perusahaan macet karena produksinya tidak laku. Perusahaan mengurangi tenaga kerja untuk menghindari kerugan yang lebih besar dan mengakibatkan adanya sekian jumlah pengangguran.25
  1. Hikmah Diharamkannya Riba
Sayyid Sabiq menyebutkan beberapa hikmah pengharaman riba di antaranya:
  1. Riba dapat menimbulkan sikap permusuhan antar individu dan juga menghilangkan sikap tolong menolong sesama umat.
  2. Riba menumbuhkan mental boros dan malas yang mau mendapatkan harta banyak tanpa mau kerja keras.
  3. Riba merupakan bentuk penjajahan ekonomi dari orang yang kaya terhadap orang yang miskin. Si miskin harus bekerja keras untuk melunasi hutang dan riba yang dipungut oleh orang kaya, padahal untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya saja ia kesulitan.
  4. Riba bertentangan dengan ajaran Islam yang selalu menganjurkan umatnya untuk bersedekah dan berzakat sebagai bentuk rasa sukur dan mengharap keridlaan Allah SWT. 26
Aturan-aturan umum yang diberikan oleh para ulama mengenai riba dalam kaitannya dengan transaksi jual beli:
  1. Jika barang yang ditransaksikan meliputi emas, perak, gandum, kurma dan garam. Maka transaksinya harus dilakukan secara langsung, tidak boleh ditangguhkan dan kadarnya harus sama. Karena penangguhan penyerahan barang yang menyebabkan meningkatnya salah satu nilai tukar barang adalah termasuk riba.
  2. Jika barang yang ditransaksikan berbeda (misal emas dengan perak, gandum dengan kurma), maka proses transaksinya harus secara langsung. Namun tidak ada ketentuan yang mengharuskan sama kadarnya. Apabila salah satu barang ditukarkan pada masa sekarang dan yang lainnya ditangguhkan, maka keduana tidak dtentukan dalam kadar yang sama, harus disesuaikan dengan masa peredarannya.27


KESIMPULAN

Jual beli itu penting karena dengan jual beli seseorang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya bahkan dapat sebagai sumber penghasilan dan mempertahankan hidupnya. Namun,sekarang ini banyak orang yang melakukan jual beli tetapi tidak menggunakan atuan dalam jual beli. Mereka mencari keuntungan dengan cara riba agar cepat kaya,padahal pada hakekatnya riba itu tidak menambah kekayaan namun justru menguranginya.
Firman Allah SWT:
Artinya:
“Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S. Al-Baqarah:275).

Ayat tersebut diperkuat oleh hadits Rasulallah SAW:
عَنْ اَ بِى هُرَيْرةَ نَهَى النَّبِيُّ صلَّى الله ُ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (روا ه مسلم وغيره)

Artinya:
“Dari Abu Hurairah, ia berkata: Nabi SAW telah melarang memperjualbelikan barang yang mengandung tipu daya” (HR. Muslim dan lain-lainnya).

Oleh karena itu berjualbelilah menurut peraturan syara’, jangan sampai pendapatan yang kita peroleh dari jual beli termasuk riba.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Gemala, dkk. Hukum Perikatan Islam Indonesia, Jakarta: Prenada media, 2005.
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008.
Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta: UII Press, 2005.
Hasan, M Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2003.
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah Jilid 12, Terjemah oleh H. Kamaludin, Bandung, PT. Al- Ma’arif, 1988.
Ya’qub, Hamzah, Kode Etika Dagang Menurut Islam, Pola Pembinaan Hidup Berekonomi, CV. Diponegoro, 1984.
Zuhri, Muh., Riba Dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
W. Muhammad, Ghafur, Memahami Bunga dan Riba Ala Muslim Indonesia, Yogyakarta: Biruni Press, 2008.
Soleh, A. Nabil.UntawfulGain and Legitimate Proft in Islamic Law Cambridge,
Cambridge University Press,1986.
Saed, Abdullah.Bank Iskam dan Bunga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008

1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,(Jakarta: PT. Raja Grafindo), 2008, hlm. 67.
2 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2003), hlm. 113-114.
3 Ibid, hlm. 115-116.
4 Wiroso, Jual beli Murabahah,(Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 15-16.
5 M. Ali Hasan,Berbagai Macam Transaksi…. hlm. 117.
6 Ibid, hlm. 118.
7 Ibid, hlm. 125.
8 Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah…. hlm. 72-73.
9 M. Ali Hasan,Berbagai Macam Transaksi…. hlm. 128.
10 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah…. hlm. 76.
11 Ibid, hlm. 78-79.
12 Ibid, hlm. 85.
13 Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah…. hlm. 85.
14 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 12,alih bahasa Kamaludin, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1988), hlm. 94.
15 Hamzah Ya’qub, Kode Etika Dagang Menurut Islam: Pola Pembinaan Hidup Berekonomi, (CV. Diponegoro, 1984), hlm. 109.
16 Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 86-90.
17 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah…. hlm. 85.
18 Muh. Zuhri, Riba Dalam Al-Qur'an dan Masalah Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 37-39.
19 Hendi Suhendi,,Fiqh Muamalah… hlm. 57-58.
20 Ibid, hlm. 58-61.
21 Muhammad Ghafur W, Memahami Bunga dan Riba Ala Muslim Indonesia, (Yogyakarta: Biruni Press, 2008), hlm. 29.
22 Ibid, hlm. 33-37.
23 A. Nabil Soleh, Untawful Gain and Legitimate Proft in Islamic Law Cambridge, (Cambridge University Press, 1986), hlm. 19-26.
24 Abdullah Saed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 62-63.
25 Ibid, hlm. 63-65.
26 Muhammad Ghafur W, Memahami Bunga dan Riba Ala Muslim Indonesia, (Yogyakarta: Biruni Press, 2008), hlm. 37-38.
27 Abdul Saed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 63.

Ditulis Oleh : IMM Tarbiyah ~IMM Komisariat Dakwah

IMM.Dakwah Anda sedang membaca artikel berjudul JUAL BELI DAN RIBA.

Ditulis oleh IMM Komisariat Dakwah.

Silahkan manfaatkan dengan bijak.

Blog, Updated at: 09.11