NAJIS

Written By IMM Tarbiyah on Rabu, 28 September 2011 | 08.41


PENDAHULUAN


Dengan nama Allah Yang Mahas Pengasih Lagi Maha Penyayang yang telah mengutus Nabi Muhammad untuk menyampaikan agama yang hak, memberi petunjuk kepada segenap manusia ke jalan kebaikan, untuk kehidupan di dunia dan keselamatan di akhirat.
Najis adalah suatu keadaan yang dianggap kotor/menjijikan oleh syariat Islam dan harus disucikan dengan benda-benda yang dapat untuk menghilangkannya. Sebagai contoh : air, debu, batu atau benda keras lain. Disamping itu juga najis yang harus dibersihkan dengan cara bertaubat, sebagai contoh : minum miras, berjudi, syirik dan lain-lain.
Dan di makalah saya ini akan membahas tentang najis secara lahiriyah, macam-macamnya dan bagaimana mensucikannya dan hal-hal lain mengenai najis secara umum.

PEMBAHASAN


  1. Pengertian Najis
Di dalam Islam terdapat beberapa sesuatu yang dianggap najis. Islam memperingatkan kepada kaum muslimin dari padanya dan mewajibkan mereka agar membersihkannya dari tubuh mereka, dari pakaian mereka dan dari tempat-tempat duduk maupun tempat-tempat shalat mereka.
Dan najis itu sendiri adalah kotoran yang setiap muslim wajib untuk menyucikan setiap sesuatu yang terkena kotoran najis tersebut, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Muddatsir : 4 yang berbunyi :
  
Dan pakaianmu maka bersihkanlah”
Dan Rasulullah SAW bersabda :
läj}oiÖYäÐn
Bersuci itu sebagian dari iman”1
Jika ada air cukup banyak terkena najis sehingga mengubah rasa, warna atau baunya maka hukumnya mutanajjis. Dan jika air itu hanya sedikit maka menurut mayoritas ulama ahli fiqh hukumnya juga mutanajis sekalipun tidak berubah.2
Dalam pelaksanaan-pelaksanaan hukum Islam ada perhatian yang cukup besar yang melindungi seseorang dari sumber-sumber bahaya. Berikut contohnya yang terkait dengan masalah kebersihan :
  1. Sesungguhnya Rasulullah melarang memakan daging dan meminum susu binatang yang makan benda-benda yang najis.
  2. Rasulullah melarang bernafas/meniup bejana yang digunakan minum oleh seseorang, karena hal itu selain menjijikan juga bisa membahayakan kesehatan, begitu juga meniup makanan.
  3. Rasulullah melarang minum pada bejana yang pecah karena dikhawatirkan itu bisa menimbulkan bakteri yang dapat mengganggu kesehatan.
  4. Rasulullah melarang minum pada mulut qirbah (tempat air yang terbuat dari kulit binatang)
  5. Rasulullah melarang memakan binatang buas yang bertaring dan setiap burung bercakar, karena dagingnya bisa menimbulkan bahaya.3

  1. Kaifiyat Mencuci Benda yang Kena Najis
Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena najis terlebh dahulu akan diterangkan bahwa najis terbagi menjadi tiga bagian :
    1. Najis Mughaladhah (tebal) yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaknya dibasuh 7 kali salah satu diantaranya hendaklah dengan air yang dicampur dengan tanah.
    2. Najis Mukhafafah (ringan) yaitu kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan lain selain ASI, mencuci benda yang kena najis ini dengan memercikkan air pada benda itu. Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan apa-apa selain ASI kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda itu dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya.
    3. Najis Mutawasithah (pertengahan) yaitu najis yang lain dari pada ke dua macam yang tersebut di atas. Najis ini terbagi menjadi dua yaitu :
      1. Najis Hukmiyah, yaitu yang kita yakini adanya tetapi tidak nyata zat, bau, rasa dan warnanya. Seperti kencing yang sudah lama kering sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mensucikannya dengan mengalirkan air ke atas benda yang kena najis.
      2. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa dan baunya kecuali warna/bau yang sangat sukar menghilangkannya. Sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna dan baunya.4
Adapun kaifiat mencuci benda yang kena najis antara lain :
  • Menyucikan badan dan pakaian
Jika pakaian dan badan terkena najis maka hendaklah dicuci dengan air hingga hilang jika benda najis tersebut dapat dilihat, seperti darah akan tetapi apabila setelah dicuci itu masih ada bekasnya dan sukar untuk dihilangkan, maka ia dimaafkan. Namun jika najis itu tidak kelihatan seperti air kencing maka cukup mencuci walau hanya sekali. Jika najis itu terkena ujung bawah pakaian wanita, maka tanahlah yang menyucikan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud bahwa seorang wanita bertanya kepada Ummu Salamah ra “Saya mengulurkan ujung pakaian terjela ke bawah pada ketika itu, saya berjalan di tempat yang kotor, Ummu Salamah berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda :”Ujung pakaian itu disucikan oleh barang yang mengenainya setelah itu”.
  • Menyucikan tanah
Jika tanah ditimpa najis maka cara menyucikannya adalah dengan menumpahkan air keatasnya. Ada cara lain untuk membersihkan tanah yang terkena najis yaitu dengan cara mengeringkannya baik tanah itu sendiri maupun benda yang berhubungan dengannya, seperti pepohonan dan bangunan. Abu Qilabah berkata :”Menyucikan tanah adalah dengan cara mengeringkannya” (HR. Ibnu Abu Syaiban).
  • Dari Abu Abbas ra bahwa Maimunah ra berkata :
#Ì^AÕ<ýYoQgzA Ù û~çnlãätnQufeãûM<Ömqj~ioQ@äçQoæãoQ
kbnjAãqfaprq1=ÉäYäteq1äipÁäsq^eãdä^Y#jAð
Nabi SAW pernah ditanya tentang tikus yang jatuh ke dalam minyak samin, maka sabdanya :”Buanglah tikus itu begitu pula dengan samin yang berada di sekeliling tikus tersebut, dan makanlah minyak samin yang tersisa”. (HR. Bukhari)
  • Menyucikan kulit binatang
Kulit binatang yang sudah mati baik bagian luar maupun bagian dalamnya dapat disucikan dengan cara menyamaknya. Hal ini bedasarkan hadits Ibnu Abbas ra.
=tÉ9^YåäsWæ8ã:ã ádä] Ù û~çnlãätnQufeãûM<@äçQoæãoQ
Nabi SAW pernah bersabda : “Jika kulit di samak maka ia sudah menjadi suci”
  • Menyucikan cermin dan lainnya
Menyucikan cermin, pisau, pedang, kuku, tulang, kaca, bejana berkilat dan setiap kepingan yang tidak berlubang, maka menyucikannya dengan cara menggosok hingga hilang bekas najis tersebut.
  • Menyucikan terompah (sandal)
Terompah yang bernajis dan begitu juga sepatu, menjadi suci dengan cara menggosokkannya ke tanah sehingga bekas najis tersebut menjadi hilang. Hal ini berdasarkan pada hadits :
åã=&eãäjs<qYu~Z6æú:vãûzÉpã:ã
Jika ia menginjak kotoran dengan kedua sepatunya, maka sucikanlah dengan tanah.5
  • Apabila kita menuangkan air pada air kencing meskipun hanya sekali tetapi sudah hilang baunya, maka hukumnya sudah suci.
  • Apabila kita menuangkan air pada tanah/lantai yang terkena najis lalu bekasnya hilang, maka hukumnya sudah suci.6

  1. Benda-benda yang termasuk Najis
        1. Baul orang dewasa
        2. Ghait (kotoran manusia), kotoran burung, ikan, belalang/kotoran binatang yang tidak mengalir darahnya.
        3. Darah, nanah dan muntahan
        4. Madzi yaitu cairan berwarna putih/kuning yang encer, yang galibnya keluar dari qubul (kemaluan/faraj) ketika syahwatnya telah bangkit
        5. Wadi, yaitu cairan berwarna putih agak keruh dan agak kental yang keluar pada galibnya dari qubul sesuadh buang air kecil/tatkala membawa sesuatu yang berat.
        6. Bangkai binatang darat yang masih ada darahnya selain jenazah manusia
        7. Arak/minuman yang memabukkan, menurut para ulama Syafi’iyah arak adalah najis.
        8. Cairan luka (darah putih)
        9. Air susu dari hewan yang tidak dimakan dagingnya, kecuali susu manusia.
        10. Daging binatang yang dipotong selagi hidup
        11. Lalat yang jatuh ke dalam air minum
Bila ada lalat hinggap/tercemplung ke dalam air minum, hendaklah rendamkan seluruh badan lalat itu sebab dalam salah satu sayapnya ada penyakit dan pada sayap yang lain ada obat. Dalam hadits nabi :

Dari Abu Hurairah ra katanya Rasulullah SAW besabda : “Bila hinggap lalat dalam minuman salah seorang diantara kamu, maka hendaklah rendamkan binatang itu karena pada salah satu sayapnya itu ada penyakit dan pada sayap yang lain ada obat”7

  1. Tuntutan Beristinja
Apabila kotoran dari salah satu pintu keluar, kotoran wajib istinja dengan air/dengan tiga buah batu.
Syarat istinja dengan batu jika kotoran itu belum kering dan kotoran itu tidak mengenai tempat lain. Jika kotoran itu sudah kering/mengenai tempat lain, maka tidak sah lagi istinja dengan batu, tetapi wajib dengan air. 8
Tuntutan beristinja itu sangat keras, menurut keterangan Rasulullah SAW kebanyakan siksaan kubur di datangkan Tuhan kepada hamba-Nya yang tidak mau beristinja membersihkan baul maupun ghait.
uni =ç^åã;QÖiäQlýYdqçeãoiãqs?n% Ù û~çnlãätnQufeãûM<CmãoQ
Ä3~2I9nBæCÌ]<9eãrãp<Å
Dari Anas ra katanya Nabi SAW bersabda : “Bersucilah kamu dari baul, karena sesungguhnya kebanyakan siksaan kubur disebabkan baul (kencing) itu”
Yang wajib dalam beristinja ialah menghilangkan sifat-sifat najis baik warna, bau, maupun rasanya. Namun tidaklah menjadi halangan karena hal itu termasuk darurat.9

  1. Hal-hal yang Sering Terlalaikan
      1. Tali cucian yang senantiasa dipakai untuk menjemur pakaian-pakaian najis, kemudian ia kering disebabkan matahari atau angin tidaklah apa-apa jika dipakai untuk menjemur pakaian bersih.
      2. Jika seseorang tertimpa sesuatu benda sedangkan ia tidak tau apakah itu air ataukah kencing maka ia tidak perlu memastikan benda yang jatuh tersebut.
      3. Jika kaki/pinggir pakaian bagian bawah terkena sesuatu yang besar yang tidak diketahui bendanya maka ia tidak wajib berusaha untuk mengetahuinya.
      4. Tidak wajib mencuci paa saja yang terkena tanah di jalanan
      5. Jika seseorang sudah menyelesaikan shalatnya, lalu terlihat pakaian/bagian badannya terkena najis yang tidak diketahui/ mengetahuinya tapi lupa membersihkan/ tidak sanggup menghilangkannya, maka shalatnya tetap dikategorikan sah.
      6. Orang yang tidak mengetahui tempat najis dipakainya
      7. Bila seseorang menaruh keraguan terhadap pakaiannya sudahkah bersih/kotor, maka ia boleh mengambil salah satu darinya untuk shalat.10

  1. Adab Buang Air (Qodho’ hajat)
Seseorang apalagi seorang muslim dituntut untuk selalu menjaga kesopanan dalam segala tindakanya sehari-hari, termasuk dalam hal qadha hajat (buang air) antara lain :
      1. Sebaiknya tidak membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah SWT, kecuali jika khawatir akan rusak/hilang.
      2. Menghindar/menjauh dari khalayak
      3. Hendaknya memilih tempat yang rendah dan lunak, agar tidak terkena percikan najis
      4. Jangan buang air di liang binatang, atau di jalan manusia atau tempat berteduh
      5. Jangan buang air dalam genangan air yang biasa digunakan untuk mandi
      6. Jangan kencing sambil berdiri
      7. Jangan berbicara apapun/menyebut nama Allah berdzikir, membalas salam, menirukan ucapan penyeru adzan dll.
      8. Jangan membuka aurat di tempat terbuka sebelum berada di ruang WC yang tertutup.
      9. Sebelum memasuki WC hendaklah membaca
+yäç6eãp+ç2eãoicæ:qQãûmãktfufkBæ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kotoran dan gangguan
      1. Setelah selesai buang air, wajib beristinja
      2. Beristinja hendaknya menggunakan tangan kiri
      3. Selesai beristinja, hendaknya mencuci tangan dengan sabun
      4. Hendaknya mendahulukan kaki kiri ketika masuk WC dan kaki kanan ketika keluar sambil mengucapkan :

&YäQpú:vãûnQès:ãú;eãufe 9j2eãcmã=ZU
Ampunilah kami ya Allah segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan gangguan dari diriku serta memberiku keselamatan dari penyakit.11
PENUTUP


Dari makalah yang saya buat bisa disimpulkan bahwa : pengertian najis itu adalah sesuatu yang kotor (menjijikan) yang setiap muslim wajib untuk menyucikan. Setiap sesuatu yang terkena kotoran najis tesebut.
Dan hubungannya dengan najis secara lahiriyah ahli ilmu fiqih membagi menjadi tiga golongan yaitu :
    1. Najis Mukhafafah, yang tergolong najis ini adalah air kencing bayi laki-laki dan perempuan. Dan cara menyucikannya dengan diperciki dan dibasuh dengan air.
    2. Najis Mutawasithah yang tergolong najis ini adalah darah, nanah, kotoran manusia dan cara mencucikannya dengan dibasuh dengan air mutlak berkali-kali hingga bersih bekasnya.
    3. Najis mughaladah yang tergolong najis ini adalah air liur anjing dan cara menyucikannya dibasuh tujuh kali dengan diselingi gosokan debu sekali.
Dan benda-benda/ alat-alat yang digunakan untuk bersuci dari najis antara lain: air, debu, batu/benda keras lain dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA




Ayyub, Syaikh Hasan : Fiqih Ibadah, Penerjemah : Abdul Rasyad Syiddiq, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2003,

Rasjid, Sulaiman, Haji, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994.

Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, Jakarta : Darul Fath, Jilid I, 2004.

Mas’ud, Ibnu, Drs. Haji, Drs. H. Zaenal Abidin S, Fiqh Madzhab Syafii (edisi lengkap) Buku I : Ibadah, Bandung : Penerbit Mizan, 1999.
1 Sayyid Sabiq, Fiqhus-Sunnah Jilid I, Darul Fath, Jakarta : 2004, hal. 20
2 Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Ibadah, Penerjemah : Abdul Rosyad Shiddiq, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2003, hal. 29
3 Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Ibadah, Penerjemah : Abd. Rosyad Shiddiq, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2003, hal. 30-31.
4 H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994, hal. 21-22.
5 Sayid Sabiq, Fiqhus- Sunnah, Darul Fath, Jakarta : jilid I, 2004, hal. 29-31.
6 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Ibadah, Penerjemah : Abdul Rosyad Shiddiq, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2003, hal. 45-46.
7 Drs. H. Ibnu Mas’ud, Drs. H. Zaenal Abidin S. Fiqih Madzhab Syafii Buku Ibadah, Bandung: Pustaka Setia, 2007 hal.48-49.
8 H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung : Sinar Algensindo, 1994, hal. 23
9 Drs. H. Ibnu Mas’ud, Drs. H. Zaenal Abidin S, Fiqh Madzhab Syafi’I (Edisi Lengkap) buku I hal. 36-43.
10 Sayyid Sabiq, Fiqhus- Sunnah, Jakarta : Darul Fath, Jilid I, hal. 31
11 Muhammad bagir al Habsyi, Fiqh Praktis, menurut Al Qur’an, As Sunnah dan Pendapat para ulama, Bandung : Penerbit Mizan, 1999, hal 62-63

Ditulis Oleh : IMM Tarbiyah ~IMM Komisariat Dakwah

IMM.Dakwah Anda sedang membaca artikel berjudul NAJIS.

Ditulis oleh IMM Komisariat Dakwah.

Silahkan manfaatkan dengan bijak.

Blog, Updated at: 08.41