LINGKARAN SETAN, PRASANGKA DAN JARAK SOSIAL

Written By IMM Tarbiyah on Rabu, 28 September 2011 | 08.40

PENDAHULUAN

Kenyataan menunjukkan bahwa dalam masyarakat didapati adanya bermacam-macam kelompok, misalnya kelompok pendidik, kelompok sepak bola dan lain-lain. Kelompok satu dapat sejalan dengan kelompok yang lain, tetapi tidak jarang ditemukan kelompok satu berselisih dengan kelompok yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam masyarakat terjadi adanya antagonik. Berkaitan dengan antagonik ini ada beberapa elemen yang mendasarinya yang saling berkaitan. Elemen-elemen tersebut adalah prasangka, stereotip dan diskriminasi.
Mengenai prasangka ini terdapat beberapa teori-teori yang berpusat pada bagaimana prasangka terbentuk. Disamping adanya teori yang berpijak pada bagaimana prasangka itu dapat memotivasinya untuk memenuhi kebutuhan dari yang bersangkutan. Teori-teori tersebut dapat dikemukakan dalam makalah ini.


PEMBAHASAN

Telah diketahhui bahwa kehidupan individu tidak dapat terlepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu secara langsung berhubungan dengan dunia sekitarnya. Mulai saat itu pula indicivu secara langsung menerima stimulus dari luar dirinya, dan ini berkaitan dengan prasangka.
A.    Apa Itu Prasangka?
Sering kali cara pandang mewakili sikap seseorang terhadap orang lain. Sama seperti kita memandang sesuatu lewat “jendela” dan pandangan itu sangat tergantung apakah “jendela” yang kita pakai besar atau kecil. “jendela” yang besar memungkinkan kita dapat melihat lebih luas, “jendela” yang kecil membatasi pandangan kita dalam sebuah berita, “jendela” itu yang kita sebut sebagai frame (bingkai). Itulah gambaran tentang sikap kita, tentang prasangka kita terhadap orang lain. Kita semua ibarat berdiri di depan jendela dan melihat keluar, melihat orang-orang lain. Itulah sikap dan prasangka kita terhadap orang lain. Sikap dan prasangka merupakan 2 hal yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan.
Apa yang kita pikirkan, rasakan dan lakukan itulah sikap kita, kadang suatu saat sikap kita mungkin positif, menyenangkan, membanggakan, namun di saat lain sikap kita negatif, kurang menyenangkan atau bahkan menjengkelkan. Kemudian untuk lebih mengetahui apa itu prasangka sebenarnya? Ada beberapa ahli meninjau pengertian prasangka sosial dari berbagai sudut :
1.    Kimball Young
Prasangka adalah mempunyai ciri khas pertentangan antara kelompok yang ditandai oleh kuatnya in group dan out group.
2.    Sherif and Sherif
Prasangka sosial adalah suatu sikap negatif para anggota suatu kelompok berasal dari norma mereka yang pasti, kepada kelompok lain beserta anggotanya.
Dengan demikian, prasangka sosial adalah suatu sikap negatif yang diperlihatkan oleh individu atau kelompok terhadap individu lain atau kelompok lain.
Orang tidak begitu saja secara otomatis berprasangka terhadap orang lain. Tetapi ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan ia berprasangka.
Sebagaimana diketahui bahwa tingkah laku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsangan yang mengenai individu atau organisme itu. Tingkah laku atau aktivitas itu merupakan jawaban atau respon terhadap stimulus yang mengenainya.
Begitupun dengan orang yang berprasangka, tidak secara otomatis berprasangka terhadap orang lain, tetapi ada faktor-faktor yang mendorong ia untuk berprasangka.

B.    Sebab-sebab Timbulnya Prasangka
Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya prasangka yaitu :
1.    Karena mencari kambing hitam. Dalam berusaha, seseorang mengalami kegagalan atau kelemahan. Kemudian sebab kegagalan itu tidak dicari pada dirinya sendiri tetapi pada orang lain. Orang lain inilah yang dijadikan kambing hitam sebab kegagalannya.
Misalnya : murid dengan guru
Seorang murid yang sudah mengikuti les dan tambahan pelajaran dari guru, tetapi setelah ujian berlangsung ternyata dia tidak lulus atau gagal menyelesaikan ujian. Kemudian murid itu menuduh guru yang menyebabkan kegagalannya. Oleh sebab itu, murid itu berprasangka kepada guru tersebut.
2.    Karena memang sudah dipersiapkan di dalam lingkungannya atau kelompoknya untuk berprasangka
Misalnya: seorang anak orang kaya ia dilahirkan dalam keluarga konglomerat. Dalam keluarga sudah ditegakkan suatu norma tertentu bahwa orang miskin itu kotor, bau, bodoh dan tidak tahu aturan. Sehingga secara tidak langsung si anak akan mengikuti norma tersebut. Berdaraskan hal itu berarti anak konglomerat telah berprasangka terhadap orang miskin.
3.    karana adanya perbedaan, dimana perbedaan itu menimbulkan perasaan superior, perbedaan di sini bisa meliputi:
a.    Perbedaan lingkungan
Misalnya: orang kota dan orang desa
b.    Perbedaan status sosial
Misalnya: majikan dan buruh
c.    Perbedaan kekayaan
Misalnya: orang kaya dan orang miskin
4.    Karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Misalnya: Mahasiswa baru dengan seniornya. Kesan dari senior mahasiswa ketika mengospek atau menggembleng mahasiswa baru itu kejam, seenaknya sendiri menyuruh-nyuruh dan sebagainya. Dengan kesan tu mahasiswa sendiri baru akan berprasangka terhadap seniornya.
5.    Karena adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau kebiasaan di dalam lingkungan tertentu.
misalnya: Orang selalu berprasangka terhadap status ibu tiri.
Kemudian hubungan antara sikap dan perilaku negatif yang diarahkan kepada sekelompok orang juga dapat menimbulkan terjadinya prasangka dan diskriminasi. Menurut Robert K. Merton ada 4 kategori tipe manusia yaitu: 1) Orang yang tidak berprasangka dan tidak diskriminatif. 2) Orang yang tidak berprasangka namun diskriminatif. 3) Orang yang berprasangka namun tidak diskriminatif. 4) Orang yang berprasangka dan diskriminatif.
Tipe satu dan dua digolongkan sebagai orang yang liberal, dengan ciri-ciri antara lain sangat kuat memegang komitmen terhadap keseimbangan dan kesetaraan antar individu dalam masyarakat. Bagi kelompok satu dalam keadaan apapun, keseimbangan dan kesetaraan itu sangat perlu, sedangkan kelompok kedua hanya mengakui bahwa pada saat-saat tertentu orang menjadi sangat liberal.
Sedangkan tipe ke 3 dan 4 merupakan orang yang tidak percaya pada perlakuan yang tidak adil atau perlakuan yang tidak sama terhadap ras atau kelompok. Mereka lebih yakin pada tindakan yang mereka lakukan. Tipe kelompok 3 disebut timid-bigot yaitu orang yang malu-malu pada saat tertentu, dia menjadi orang yang fanatik atau baik. Sebaliknya, tipe kelompok 4 berai atau fanatik kapanpun saja.
Kalau dipikir secara sederhana, prasangka merupakan pikiran atau sekedar sikap, sedangkan diskriminasi adalah gambaran dari apa yang dipikirkan kemudian dituangkan ke dalam perilaku dan tidakan tertentu. Sebagai contoh: anak orang kaya yang berprasangka pada orang miskin maka diskriminasinya, anak itu mengejek, menghina bahkan menjauhi orang miskin.

C.    Bentuk-bentuk Prasangka
1.    Stereotip
Stereotip adalah pemberian sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, hanya karena dia berasal dari kelompok itu. Pemberian sifat itu bisa bersifat positif, bisa juga negatif.
Stereotip merupakan hasil dari kategorisasi yang kita lakukan, misalnya dalam menggambarkan jenis karakteristik ras atau kelompok lain.
Miles Hewstone dan Rupert Brown mengemukakan 3 aspek esensial dari stereotip:
a.    Seringkali keberadaan individu dalam suatu kelompok telah dikategorisasi, dan kategorisasi itu selalu teridentifikasi dengan mudanh melalui karakter atau sifat tertentu, misalnya: perilaku, kebiasaan bertindak, seks, dan lain-lain.
b.    Stereotip bersumber dari bentuk atau sifat perilaku turun-temurun sehingga seolah-olah melekat pada semua anggota kelompok.
c.    Karena itu, individu yang merupakan anggota kelompok diasumsikan memiliki karakteristik, ciri khas, kebiasaan bertindak yang sama dengan kelompok yang digeneralisasi itu.
Mengenai bentuk atau jenis stereotip, Hendrij Tajfel membedakan secara tegas antara stereotip individu dan stereotip sosial. Sebagaimana telah diketahui, stereotip merupakan generalisasi yang dilakukan seorang individu dengan menarik kesimpulan atas karakteristik orang lain dengan ukuran yang luas dan jarak tertentu, melalui proses kategori yang bersifat kognitif (berdasarkan pengalaman individu) itulah stereotip individu. Sedangkan stereotip sosial terjadi manakala stereotip itu telah menjadi evaluasi terhadap kelompok tertentu, dan telah meluas dan menyebar pada kelompok sosial lain.
Maksumoto, menunjukkan bahwa kita dapat belajar untuk mengurangi ste
Stereotip itu biasanya berdasarkan pada pengalaman pribadi, namun beberapa diantaranya ada yang merupakan pengalaman dan pergaulan kita dengan orang lain maupun anggota kelompok sendiri. Stereotip juga sangat penting dalam menentukan bagaimana seseorang dari in group tertentu berprasangka terhadap out group dalam suatu situasi dan kondisi tertentu. Sebagaimana terlihat pada tabel berikut :

Tindakan Saya    Out group    In group      
Tindakan positif
Tidnakan negatif    Tergantung disposisi
Tergantung situasi    Tergantung situasi
Tergantung disposisi   

Tabel diatas menunjukkan bahwa stereotip saya terhadap orang lain akan menghasilkan tindakan positif, dan itu tergantung pada disposisi saya terhadap orang itu. Namun, tindakan positif yang sama akan berbeda dengan tindakan terhadap kelompok saya, dan itu tergantung pada situasi. Sebaliknya, tindakan saya cenderung negatif terhadap kelompok lain sangat tergantung pada situasi, dan sebaliknya terhadap kelompok saya tergantung pada disposisi.
2.    Jarak Sosial (Social Distance)
Seringkali kehidupan antara sesama selalu ditandai oleh perasaan psikologis, misalnya dalam ungkapan saya sangat dekat dengan Cute, namun tidak terlalu akrab dengan Zhiya”. Ungkapan itu menggambarkan bahwa hubungan antar manusia seringkali dipengaruhi oleh perasaan emosi. Inilah yang disebut jarak sosial. Semakin bertentangan atau bermusuhan bahkan saling membenci diantara manusia maka makin jauh jarak sosial.
Robert Park dan Ernst Burgess mendefinisikan jarak sosial sebagai kecenderungan untuk mendekat atau menjauhkan diri pada suatu kelompok.
Apabila jarak sosial sudah menjadi norma di dalam kelompok akan dapat menimbulkan suatu kejadian bahwa orang berprasangka tanpa bergaul dulu dengan individu atau kelompok yang dikenai prasangka itu. Dalam hal ini, Allport berpendapat bahwa social distance (jarak sosial) dalam suatu masyarakat hanya terdapat pada masyarakat yang heterogen yang di dalamnya terdapat kelompok-kelompok yang memiliki fungsi dan interest yang berbeda-beda.
3.    Diskriminasi
Kalau prasangka masih meliputi sikap, keyakinan, atau predisposisi untuk bertindak, maka diskriminasi mengarah pada tindakan nyata. Tindakan diskriminasi biasanya dilakukan oleh mereka yang memiliki sikap prasangka sangat kuat akibat tekanan teretntu misalnya tekanan budaya, adat istiadat, kebiasan, atau hukum. Jadi dengan kata lain diskriminasi adalah aplikasi dari prasangka yang dimiliki.
Diskriminasi sebagai tindakan dari prasangka sosial meliputi beberapa dimensi, antara lain: motivasi, tindakan yang menyatakan diskriminasi, dampak dari tindakan diskriminasi, hubungan antara motivasi dan tindakan diskriminasi, hubungan antara tindakan diskriminasi dan konteks diskriminasi, konteks institusional, dan konteks masyarakat luas.
Dari dimensi-dimensi tersebut dapat dijelaskan bahwa setiap tindakan manusia yang berhubungan dengan orang lain biasanya didorong oleh kebutuhan dan keinginan tertentu yang disebut motif. Motif itulah yang mendorong tindakan seseorang terhadap orang lain. Jadi, umumnya tindakan diskriminasi antar kelompok dan antar individu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang berbasis pada sentiment-sentiment agama, kelompok, atau individu.
Tipe-tipe Diskriminasi :
a.    Diskriminasi isolasi
Adalah tindakan tak bersahabat yang dilakukan oleh kelompok atau individu kepada kelompok lain, tanpa memberi dukungan terhadap kepentingan kelompok tersebut. Disini diskriminator malah mengusahakan tindakan mengisolasikan individu atau kelompok sasaran.
b.    Diskriminasi kelompok kecil
Adalah tindakan tak bersahabat dari sejumlah anggota kelompok dominasi kepada anggota kelompok subordinasi. Disini diskriminator dan sasaran diskriminasi adalah kelompok.
c.    Diskriminasi institusional langsung
Adalah tindakan tak bersahabat yang terorganisasi dari kelompok dominan dengan tujuan negatif yang berdampak pada kelompok atau individu tertentu.
d.    Diskriminasi institusional tidak langsung
Adalah tindakan tak bersama dari kelompok dominan melalui peraturan dan perundang-undangan tertentu yang mengontrol para anggota subordinasi.
4.    Frustasi dan Agresi
Orang-orang mengalami frustasi apabila maksud-maksud dan keinginan-keinginan yang diperjuangkan dengan intensif mengalami hambatan atau kegagalan. Sebagai akibat dari frustasi itu mungkin timbul perasaan-perasaan jengkel atau perasasan-perasaan agresif. Perasaan-perasaan agresif ini kadang-kadang dapat disalurkan kepada usaha positif tapi kerap kali perasaan tersebut meluap-luap mencari jalan keluarnya, sampai dipuaskan dengan tindakan-tindakan yang agresif. Apabila itu terjadi pada seseorang, ia mungkin menendang kursinya atau memukul anjingnya, atau dengan yang lainnya. Tetapi apabila segolongan lain mengalami frustasi tertentu yang menimbulkan agresi, maka dengan mudah sekali perasaan-perasaan agresif tersebut dihadapkan kepada segolongan lain yang diprasangkainya.
Rasa sakit dan frustasi sering membangkitkan pertikaian. Salah satu sumber frustasi adalah kompetisi. Ketika 2 kelompok bersaing untuk memperebutkan sesuatu misal: pekerjaan, rumah, atau lainnya, pencapaian goal salah satu pihak dapat menjadikan frustasi bagi pihak lain dalam hal ini pesaing yang kalah.

D.    Teori-teori Prasangka Sosial
1.    Teori Belajar Sosial
Prasangka seperti halnya sikap, merupakan hal yang terbentuk melalui proses belajar pada waktu anak dilahirkan. Ia belum membawa prasangka ataupun sikap yang ada padanya. Prasangka disosialisasikan melalui orang-orang dewasa, khususnya orang tua, disamping orang tua prasangka terbentuk melalui orang-orang yang ada di sekitarnya, termasuk teman-temannya. Banyak prasangka yang dipelajari oleh seseorang di luar rumahnya, di masyarakat luas.
2.    Teori Motivasional atau Decision Making Theory
Teori ini memandang prasangka sebagai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan individu atau kelompok untuk mencapai kesejahteraan. Teori ini meliputi :
a.    Pendekatan psikodinamika
Teori ini mengalaisis prasangka sebagai suatuusaha untuk mengatasi tekanan motivasi yang ada dalam diri individu, dan melihat dari dinamika yang ada dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya: dalam hal mencari kambing hitam sebagai tempat penumpahan kemarahannya.
b.    Realistic group conflict
Konflik antar kelompok akan terjadi apabila kelompok-kelompok tersebut dalam keadaan berkompetisi. Ini menyebabkan adanya permusuhan antara kedua kelompok tersebut yang kemudian bermuara pada adanya saling berprasangka, saling memberi evaluasi yang negatif. Dengan demikian maka prasangka tidak dapat dihindarkan sebagai akibat adanya konflik yang nyata antara kelompok satu dengan kelompok yang lain.
c.    Deprivasi relatif (relative deprivation)
Dalam konteks antar kelompok yang nyata. Prasangka timbul sebagai respons terhadap frustasi yang riil dalam kehidupan antara kelompok satu dengan yang lain. Tetapi kadang-kadang orang mempersepsi diri sendiri mengalami deprivasi (kerugian) secara relatif terhadap pihak lain, walaupun dalam kenyataannya tidak demikian. Persepsi ini dapat membawa permusuhan antara kelompok satu dengan yang lain sebagai akibatnya dapat menimbulkan prasangka. Dalam hal ini ada 2 jenis yaitu egoistic deprivation yaitu seseorang merasa mengalami deprivasi relatif terhadap pihak lain. Dan fraternal deprivation yaitu kelompok mengalami deprivasi relatif terhadap kelompok yang lain.
3.    Teori Kognitif
a.    Kategorisasi atau penggolongan
Hal ini apabila seeorang mempersepsi orang lain atau suatu kelompok mempersepsi kelompok lain, dan memasukkannya ke dalam suatu kategori tertentu. Proses kategorisasi ini mempunyai dampak yang luas, misalnya kulit putih dengan kulit hitam. Hal ini dapat berakibat adanya prasangka antara kulit putih dan kulit hitam. Ini berarti adanya kategorisasi dapat menimbulkan prasangka antar pihak satu dengan pihak lain atau kelompok satu dengan kelompok lain.
b.    In group lawan out group
Kategorisasi dapat menuju ke in group dan out group apabila adanya kategorisasi kita (us) dan mereka (them). Seseorang dalam suatu kelompok merasa dirinya sebagai in group dan orang lain dalam kelompok lain sebagai out group.

E.    Usaha Mengatasi Prasangka
Untuk mengurangi prasangka yang ada langkah yang dapat diambil adalah dengan cara mengadakan direct intergroup contact seperti yang dikemukakan oleh Allport yang dikenal dengan contact theory, yaitu kontak atau hubungan secara langsung secara berkesinambungan atau berkelanjutan akan mengurangi prasangka yang ada. Misalnya orang kaya rumahnya berdampingan dengan orang miskin, sehingga dengna demikian langkah tersebut akan mengurangi prasangka yang ada. Disamping itu juga dengan cara mengadakan kerja sama atau cooperative interdependence. Anggota suatu kelompok yang berprasangka terhadap kelompok lain, diadakan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama, mereka saling bergantung satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama tersebut. Sehingga mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, dengan demikian mereka tahu dengan tepat keadaan kelompok yang satu dengan yang lain.
Lustig dan Koester mengatakan bahwa strategi utama untuk mengurangi prasangka adalah memahami hakikat komunikasi antar budaya. Oleh karena itu, prasangka dapat dikurangi melalui beberapa tahap :
1.    Mengurangi cara berfikir kita yang etnosentri, yang menempatkan kebudayaan kita sebagai pusat dari segala-galanya.
2.    Berkomuikasi dengan memasuki kode simblik pesan dari kebudayaan orang lain. Maksudnya kita harus menjadi seperti orang lain (berempati) sebagaimana apa adanya dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki.
3.    Dalam komunikasi budaya, hendaklah kita melakukan desentralisasi relasi melalui kode budaya yang kita miliki, terus-menerus berfikir tentang orang lain.
4.    Mencari dan menciptakan media antar budaya demi menyatukan simbol antar budaya. Belajarlah beralih kode budaya dari budaya kita dan memasuki kode budaya orang lain.

KESIMPULAN

Seperti telah dikemukakan diatas pengertian prasangka adalah merupakan evaluasi kelompok atau seseorang yang mendasarkan diri pada keanggotaan orang tersebut menjadi anggotanya. Prasangka mengarah kepada evaluasi yang negatif. Walaupun dalam stereotip merupakan keadaan yang dapat bersifat positif disamping dapat negatif, tetapi prasangka mengarah kepada evaluasi yang negatif seperti telah dipaparkan di depan. Dalam prasangka ini terdapat teori-teori antara lain: 1) Teori belajar sosial, yang mendasarkan diri tentang terbentuknya prasangka, 2) Teori motivasi, yang memusatkan diri pada masalah motivasi bahwa prasangka dapat memenuhi untuk mencapai kesejahteraan, 3) Teori kognitif sebagai dasar terbentuknya prasangka.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Psikologi Sosial, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Gerungan, W.A., Psikologi Sosial, Bandung: Eresco.

Liliweri, Alo, Prasangka dan Konflik Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur, Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara.

Walgito, Bimo, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta: CV. Andi Offset,.


Ditulis Oleh : IMM Tarbiyah ~IMM Komisariat Dakwah

IMM.Dakwah Anda sedang membaca artikel berjudul LINGKARAN SETAN, PRASANGKA DAN JARAK SOSIAL.

Ditulis oleh IMM Komisariat Dakwah.

Silahkan manfaatkan dengan bijak.

Blog, Updated at: 08.40