DIRI SENDIRI DAN LINGKUNGAN SOSIAL

Written By IMM Tarbiyah on Rabu, 28 September 2011 | 09.08



PENDAHULUAN


Salah satu sifat manusia adalah sebagai makhluk sosial di samping sebagai makhluk individual. Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri. Sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi. Dengan demikian maka akan terjadilah interaksi antara manusia satu dengan manusia yang lain.
Dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian di sini dalam arti yang luas, yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan.


PEMBAHASAN


  1. Interaksi Sosial
Pengertian Interaksi Sosial
Dewasa ini kita semua menerima pendapat bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Ia selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga kepribadian individu, kecakapan-kecakapannya, ciri-ciri kegiatannya baru menjadi kepribadian individu yang sebenar-benarnya apabila keseluruhan sistem psycho-physik tersebut berhubungan dengan lingkungannya. Tanpa hubungan ini individu bukanlah individu lagi.1 Dalam hal ini sarjana psikologi Woodworth menambahkan bahwa hubungan manusia dengan lingkungan meliputi pengertian:
    1. Individu dapat bertentangan dengan lingkungan
    2. Individu dapat menggunakan lingkungan
    3. Individu dapat berpartisipasi (ikut serta) dengan lingkungan
    4. Individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
Selanjutnya bagaimanakah peranan individu terhadap alam sekitar (lingkungan) dan sebaliknya?
Dalam menghadapi dunia sekitar individu tidak bersifat pasif, tetapi bersifat aktif, artinya berusaha mempengaruhi, menguasai, mengubah dalam batas-batas kemungkinannya. Demikian pula sebaliknya alam sekitar mempunyai peranan terhadap individu, artinya melalui individu mempengaruhi individu, tingkah laku, perbuatan, fikiran, sikap, perasaan, kemauan dan sebagainya.
Pada umumnya hubungan itu berkisar kepada usaha dalam menyesuaikan diri dan penyesuaian diri ini dapat dengan cara yang disebut autoplastis (auto: sendiri, plastis: dibantu), yaitu seseorang harus menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. Misalnya, bila seseorang karywaan yang bekerja pada sebuah kantor, dia harus menyesuaikan dirinya dengan aturan, tata tertib yang ada pada kantor itu.
Jadi bila peraturan jam 07.00, harus masuk kantor, diapun harus masuk jam itu dan sebagainya. Penyesuaian diripun dapat dengan cara alloplastis (allo: yang lain), artinya seseorang dapat pula merubah lingkungannya agar sesuai dengan keinginan dirinya. Misalnya, seorang karyawan yang duduk pada sebuah kursi dalam sebuah ruangan merasakan letak tempat duduknya dirasakan akan mempengaruhi cara bekerjanya, dia berusaha merubah tempat duduknya.
Dengan demikian kehidupan manusia dalam masyarakat mempunyai 2 macam fungsi yaitu berfungsi sebagai obyek dan sebagai subjek. Demikian juga manusia lain (millieu), juga berfungsi sebagai subyek dan obyek. Itulah sebabnya maka H. Bonner dalam bukunya Social Psychology memberikan rumusan interaksi sosial sebagai berikut:
Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara 2 individu atau lebih, di mana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya”
Hal ini sebenarnya merupakan keuntungan yang besar bagi manusia, sebab dengan adanya dua macam fungsi yang dimiliki itu timbullah kemajuan-kemajuan dalam hidup bermasyarakat. Jika manusia ini hanya sebagai obyek semata-mata maka hidupnya tidak mungkin lebih tinggi daripada kehidupan benda-benda mati, sehingga kehidupan manusia tidak mungkin timbul kemajuan.
Sebaliknya andaikata manusia ini hanya sebagai subyek semata-mata, maka ia tak mungkin bisa hidup bermasyarakat (tak bisa bergaul dengan manusia lain), sebab pergaulan sbaru bisa terjadi apabila ada give and take dari masing-masing anggota masyarakat itu. Jadi jelas bahwa hidup individu dan masyarakat tidak dapat dipisahkan dan selalu berinteraksi antara yang satu dengan yang lain.
Dari uraian tersebut di atas ternyata ada 2 masalah yang penting, yaitu:
  1. Masalah individu
  2. Masalah dunia sekitar (kelompok)
Para ahli jiwa sosial dalam meninjau individu dalam hubungannya dengan dunia sekiyar, terutama ditekankan pada sikap terhadap perkembangan, misalnya bagaimana pengaruh dunia sekitar terhadap perkembangan individu, pengaruh itu bersifat mutlak atau tidak?
Maka timbullah anggapan bahwa manusia itu dalam hidupnya dan perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia luar, dan bagi golongan ini pengaruh-pengaruh dari dalam (faktor keturunan) dianggapnya tidak ada. Misalnya, manusia yang bersifat sombong, egoistic dan sebagainya itu semua adalah karena pengaruh sekitar.
Kemungkinan pada manusia baru bisa berkembang bila ia bergaul dengan masyarakat artinya kalau lingkungan tidak memungkinkan berkembang tiap-tiap potensi, maka potensi-potensi (benih-benih) itu tidak mungkin juga berkembang. Misalnya, orang mempunyai sbenih penyanyi, tetapi ia lahir di kalangan kyai-kyai, maka tidak mungkin benih itu berkembang. Sebagaimana jagung yang tumbuh di atas batu yang kering, tak mungkin subur.
Tetapi walaupun begitu, pengaruh sekitarpun ada batasnya. Meskipun lingkungan memberi kemungkinan sampai bagaimanapun juga, tetapi potensi tidak ada, maka tak mungkin juga bisa berkembang. Misalnya, orang yang mempunyai kemampuan rendah, walaupun diajar oleh seorang profesor, tak mungkin bisa pandai. Sebagaimana benih jagung yang jelek, walaupun dipupuk tak mungkin berhasil baik. Jadi pengaruh sekitar itu betul-betul terbatas. Dan karena pengaruh ini pulalah yang menyebabkan manusia itu bermacam-macam jadinya.2

  1. Manusia Dengan Lingkungannya
        1. Pengantar
Kalau diperhatikan apa yang terjadi di sekitar manusia itu dapat dikemukakan adanya bermacam-macam kejadian yang satu berbeda dengan yang lain, di samping juga ada kesamaannya. Sebagai contoh:
          1. Kalau si A melempar batu, dapat dilihat bahwa batu yang dilempar akan meluncur sesuai dengan kekuatan daya lempar si A, dan batu tersebut pada akhirnya akan meluncur jatuh ke bawah. Dari peristiwa ini dapat dikemukakan lajunya batu itu akibat dari lemparan si A, atau dengan kata lain lajunya batu itu disebabkan oleh kekuatan yang ada di luar batu tersebut. Jatuhnya batu ke bawah karena adanya tarik bumi. Pada peristiwa tersebut batu akan dikenai hukum-hukum alam secara langsung. Pada batu belum ada unsur kehidupan di dalamnya. Pada benda-benda mati kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa secara langsung masihditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang datang dari luar.
          2. Pada tumbuh-tumbuhan dapat dilihat adanya peristiwa-peristiwa yang berbeda dengan peristiwa-peristiwa yang terdapat pada benda-benda mati, sekalipun juga terdapat hal-hal yang sama. Ini berarti bahwa pada tumbuh-tumbuhan juga ditentukan oleh hukum-hukum alam, tetapi juga telah ada kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam tumbuh-tumbuhan itu sendiri. Ini disebabkan karena pada tumbuh-tumbuhan telah ada unsur kehidupan.
          3. Demikian juga pada benda-benda hidup yang lain, yaitu pada hewan dan manusia. Pada hewan dan manusia selain terikat pada hukum-hukum alam, dari dalam diri hewan dan manusia telah terdapat kekuatan-kekuatan yang akan turut serta menentukan keadaan hewan dan manusia yang bersangkutan.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan apa yang ada di sekitar manusia itu pada garis besarnya dapat dibedakan ada benda-benda mati dan benda-benda hidup, ada lingkungan yang bersifat kealaman dan ada lingkungan yang mengandung kehidupan. Dalam lingkungan kehidupan inilah terdapat lingkungan manusia atau lingkungan sosial. Hubungan antara individu dengan lingkungan sosial inilah yang menjadi fokus pembicaraan dalam lapangan psikologi sosial.3
        1. Manusia Sebagai Makhluk Berkembang
Manusia sebagai makhluk hidup dapat ditinjau dari berbagai macam segi sesuai dengan sudut tinjauan dalam mempelajari manusia itu. Oleh karena itu tinjauan mengenai manusia dapat bermacam-macam. Misal, manusia sebagai makhluk budaya, manusia sebagai makhluk sosial, manusia sebagai makhluk yang dapat dididik, manusia sebagai makhluk berkembang dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk berkembang, maka manusia dapat mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat dari perkembangannya tersebut, baik perubahan pada segi kejasmaniannya maupun perubahan pada segi psikologisnya. Sesuatu yang dahulu belum ada, menjadi ada, yang dahulu belum sempurna kemudian menjadi sempurna, demikian selanjutnya sebagai akibat adanya perkembangan pada diri manusia itu.
Bagaimana manusia itu berkembang, hal ini dibicarakan secara khusus dalam psikologi perkembangan. Dalam tulisan ini akan dikemukakan bagaimana hubungan manusia dengan keadaan sekitarnya, dalam kaitannya dengan perkembangan. Bagaimana pengaruh keadaan sekitar terhadap perkembangan terhadap perkembangan manusia antara para ahli belum ada kata sepakat, sehingga keadaan ini kemudian menimbulkan bermacam-macam teori mengenai perkembangan manusia, yang satu berbeda dengan yang lain sesuai dengan pendapat atau pandangan ahli yang bersangkutan.
Di antara teori-teori perkembangan, ada yang sangat menitik beratkan bahwa lingkungan akan membentuk manusia seluas-luasnya dan pembawaan tidak mempunyai pengaruh, tetapi sebaliknya ada teori yang memandang bahwa pembawaan yang akan menentukan manusia itu, sedangkan lingkungan tidak berperan. Teori yang pertama sering disebut teori empirisme atau juga disebut teori tabularasa yang dikemukakan oleh John Lake, sedangkan teori yang kedua sering disebut teori nativisme yang dikemukakan oleh Schopenhauer (Lih. Bigot,dkk, 1950). Kedua teori tersebut merupakan teori-teori yang sangat ekstrim, teori yang satu bertentangan dengan teori yang lain. Pada umumnya para ahli mengikuti teori yang ketiga, yaitu teori konvergensi yang dikemukakan oleh W. Stern yang memandang baik pembawaan maupun lingkungan secara bersama-sama mempunyai peranan dalam pembentukan atau perkembangan manusia. Dari uraian tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa:
          1. Manusia itu dapat mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat adanya perkembangan pada diri manusia itu
          2. Dalam perkembangan manusia itu faktor pembawaan dan faktor lingkungan secara bersama-sama mempunyai peranan, walaupun tidak mengingkari adanya teori-teori yang lain
        1. Manusia Sebagai Makhluk Individual dan Sosial
Telah banyak ahli yang meninjau sifat hakikat manusia, seperti telah disinggung di depan. Ada ahli yang melihat manusia sebagai makhluk individual, ada ahli yang melihat manusia sebagai makhluk sosial, di samping ada ahli yang melihat manusia sebagai makhluk individual sekaligus makhluk sosial. Tetapi di samping itu juga ada ahli yang melihat manusia sebagai makhluk yang berketuhanan di samping sifat-sifat yang lain. Manusia sebagai makhluk individual, manusia mempunyai hubungan dengan dirinya sendiri, adanya dorongan untuk mengabdi kepada dirinya sendiri. Manusia sebagai makhluk sosial, adanya hubungan manusia dengan sekitarnya, adanya dorongan pada manusia untuk mengabdi kepada masyarakat. Manusia sebagai makhluk berketuhanan atau makhluk religi adanya hubungan manusia dengan Sang Pencipta, adanya dorongan pada manusia untuk mengabdi kepada Sang Pencipta, kekuatan yang ada di luar dirinya.
Karena manusia sebagai makhluk individual, maka dalam tindakan-tindakannya manusia kadang-kadang menjurus kepada kepentingan pribadi. Namun karena manusia juga sebagai makhluk sosial, dalam tindakan-tindakannya manusia juga sering menjurus kepada kepentingan-kepentingan masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Kunkel (lih. Bigot, dkk, 1950) sebagai salah seorang tokoh dalam psikologi individual, bahwa manusia itu mempunyai dorongan untuk mengabdi kepada dirinya sendiri (ichaftigkeit) dan dorongan untuk mengabdi kepada masyarakat (sachlichkeit) secara bersama-sama, manusia merupakan kesatuan dari keduanya.
+ 50




B Sachlichkit
A





- 50


Ichaftigkeit



Karena manusia itu pada hakikatnya merupakan makhluk sosial di samping sifat-sifat yang lain, maka secara alami manusia itu membutuhkan hubungan dengan orang lain, manusia secara alami mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan keadaan sekitarnya.
        1. Beberapa Macam Hubungan Manusia Dengan Lingkungan
Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan masyarakat yang di dalamnya terdapat interaksi individu dengan individu yang lain. Seperti telah dipaparkan di depan lingkungan sosial inilah yang menjadi fokus dari psikologi sosial. Lingkungan sosial dapat dibedakan antara lingkungan sosial primer dan lingkungan sosial sekunder. Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan sosial di mana terdapat hubungan yang erat antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu saling kenal dengan individu yang lain. Pengaruh lingkungan sosial primer ini akan lebih mendalam bila dibandingkan dengan pengaruh lingkungan sosial sekunder. Sedangkan lingkungan sosial sekunder yaitu lingkungan sosial di mana hubungan individu dengan yang lain agak longgar, individu satu kurang mengenal dengan individu yang lain. Namun demikian pengaruh lingkungan sosial, baik lingkungan sosial primer maupun lingkungan sosial sekunder sangat besar terhadap keadaan individu sebagai anggota masyarakat.
Bagaimana hubungan antara individu dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial tidak hanya berlangsung searah, dalam arti bahwa hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu, tetapi antara individu dengan lingkungannya terdapat hubungan yang saling timbal balik, yaitu lingkungan berpengaruh pada individu. Tetapi sebaliknya individu juga mempunyai pengaruh pada lingkungan. Bagaimana hubungan atau sikap individu terhadap lingkungan dapat:
          1. Individu menolak lingkungan
Yaitu bila individu tidak sesuai dengan keadaan lingkungannya. Dala keadaan yang demikian ini, individu dapat memberikan bentuk pada lingkungan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh individu yang bersangkutan. Misalnya dalam kehidupan bermasyarakat, kadang-kadang orang tidak sesuai atau tidak cocok dengan norma-norma yang ada dalam lingkungannya, maka seseorang dapat memberikan pengaruh atau memberikan bentuk pada lingkungan tersebut. Namun demikian, hal ini merupakan hal yang tidak mudah dan salah satu faktor yang akan ikut menentukan berhasil tidaknya usaha itu adalah status atau posisi individu yang bersangkutan. Misal seorang anggota masyarakat biasa akan lain sekali pengaruhnya bila orang yang bersangkutan mempunyai otoritas atau posisi kunci dalam masyarakat.
          1. Individu menerima lingkungan
Yaitu bila keadaan sesuai atau cocok dengan keadaan individu. Dengan demikian individu akan menerima keadaan lingkungan tersebut. Misal keadaan norma-norma yang ada dalam lingkungan cocok dengan harapan atau keadaan dari individu yang bersangkutan.
          1. Individu bersikap netral atau staus quo
Yaitu bila individu tidak cocok dengan keadaan lingkungan, tetapi individu tidak mengambil langkah-langkah bagaimana sebaiknya. Individu bersikap dia saja, dengan suatu pendapat biarlah lingkungan dalam keadaan yang demikian, asal individu yang bersangkutan tidak berbuat demikian. Dipandang dari segi pendidikan kemasyarakatan sikap yang demikian ini sebenarnya tidak diharapkan, karena bagaimanapun individu dapat mengammbil langkah-langkah bagaimana sebaiknya sekalipun mungkin hal tersebut tidak dapat memenuhi harapannya.4

  1. Teori-Teori Penilaian Sosial
        1. Teori Perbandingan Sosial (Social Comparison)
Teori ini dirumuskan oleh Festinger. Pada dasarnya teori ini berpendapat bahwa proses saling mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self evaluation) dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dalam membandingkan diri dengan orang lain.
Ada dua hal yang diperbandingkan dalam hubungan ini, yaitu:
          1. Pendapat (opinion)
          2. Kemampuan (ability)
Walaupun proses perbandingan untuk kedua hal tersebut sama, namun ada juga perbedaan penting yang perlu diperhatikan. Pertama, dalam perbandingan kemampuan terdapat dorongan searah menuju keadaan yang lebih baik atau kemampua yang lebih tinggi. Misalnya, A hanya mampu mengangkat barbell seberat 70 kg, sedangkan B mampu mengangkat 100 kg. dalam membandingkan dirinya dengan B, A merasa harus meningkatkan kemampuannya (misalnya latihan lebih keras lagi) agar ia bisa mendekati kemampuan B. Baik A maupun B tidak memikirkan kemungkinan B menurunkan kemampuannya agar mendekati A. hal ini tidak terdapat dalam perbandingan antar pendapat karena jika pendapat A berbeda dari B, bisa saja A yang mengubah pendapatnya mendekati pendapat B, atau B yang mendekati A atau keduanya saling mendekati. Sehubungan dengan itu, perbedaan kedua yang perlu diperhatikan adalah bahwa perubahan pendapat relative lebih mudah terjadi daripada perubahan kemampuan.5
        1. Teori Penilaian Sosial
Sheriff dan Hovland mencoba menggabungkan sudut pandangan psikologi, sosiologi dan antropologi dalam teorinya ini. Dalilnya berdasar teori bahwa orang membentuk situasi yang penting buat dirinya. Jadi dia tidak ditentukan oleh situasi.
Pembentukan situasi ini mencakup faktor-faktor intern (sikap, emosi, motif, pengaruh pengalaman masa lampau dan sebagainya), maupun ekstern (objek, orang-orang dan lingkungan fisik). Interaksi dari faktor-faktor intern dan ekstern inilah yang menjadi kerangka acuan (frame of reference) dari setiap perilaku.
Kerangka acuan yang dimaksud oleh Sherif bukanlah dalam arti yang abstrak (seperti norma-norma, idealisme dan lain-lain), tetapi dalam arti yang konkret, yang khusus menyangkut satu perilaku tertentu pada waktu dan tempat tertentu. Perilaku di sini tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal tersebut. Melainkan perilaku itu akan mengikuti pola-pola tertentu yang diciptakan oleh faktor-faktor tersebut.
Interaksi antara faktor-faktor internal dan eksternal sejalan dengan teori kognitif dengan teori lapangan. Jika kondisi stimulus meragukan atau tidak jelas, padahal motivasi cukup kuat, maka faktor-faktor internal akan lebih berpengaruh. Sebaliknya, jika faktor motif kurang kuat, padahal stimulusnya jelas, maka faktor luar akan lebih berpengaruh.
Teori Penilaian Sosial ini khususnya mempelajari proses psikologis yang mendasari pernyataan sikap dan perubahan sikap melalui komunikasi. Anggapan dasarnya adalah bahwa dalam menilai manusia membuat diskriminasi dan kategorisasi stimulus-stimulus. Dalam diskriminasi dan kategorisasi manusia melakukan perbandingan-perbandingan antara berbagai alternative dan salah satu alternative adalah referensi interval atau standar yang disusun oleh individu untuk menilai stimulus-stimulus yang datang dari luar. Pembentukan standar penilaian internal ini dipengaruhi oleh pengalaman individu yang bersangkutan dari patokan-patokan tingkat keterlibatan ego dan sebagainya. 6
KESIMPULAN


Kehidupan manusia dalam masyarakat mempunyai 2 macam fungsi yaitu fungsi sebagai obyek dan sebagai subyek. Jika manusia hanya sebagai obyek semata-mata, maka hidupnya tidak mungkin lebih tinggi daripada kehidupan benda-benda mati, sehingga kehidupan manusia tidak mungkin timbul kemajuan.
Sebaliknya, andaikata manusia ini hanya sebagai subyek semata-mata, maka ia tidak akan mungkin bisa hidup bermasyarakat (tidak bisa bergaul dengan manusia lain). Sebab pergaulan baru bisa terjadi apabila ada give and take dari masing-masing anggota masyarakat itu. Jadi, jelas bahwa hidup individu dan masyarakat tidak dapat dipisahkan dan selalu berinteraksi antara yang satu dengan yang lain.
Hubungan antara individu dengan lingkungan sosial tidak hanya berlangsung searah, dalam arti bahwa hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu, tetapi antara individu dengan lingkungannya terdapat hubungan yang saling timbal balik.
DAFTAR PUSTAKA


Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999.

Bimo Walgito, Psikologi Sosial, Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2003.

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.



1 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), hal. 53.
2 Ibid, hal. 53-57.
3 Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2003), hal. 23-24.
4 Ibid, hal. 24-28.
5 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 170.
6 Ibid, hal. 187-188.

Ditulis Oleh : IMM Tarbiyah ~IMM Komisariat Dakwah

IMM.Dakwah Anda sedang membaca artikel berjudul DIRI SENDIRI DAN LINGKUNGAN SOSIAL.

Ditulis oleh IMM Komisariat Dakwah.

Silahkan manfaatkan dengan bijak.

Blog, Updated at: 09.08