PENDAHULUAN
Dengan nama Allah Yang Mahas Pengasih Lagi Maha Penyayang yang telah
mengutus Nabi Muhammad untuk menyampaikan agama yang hak, memberi
petunjuk kepada segenap manusia ke jalan kebaikan, untuk kehidupan di
dunia dan keselamatan di akhirat.
Najis adalah suatu keadaan yang dianggap kotor/menjijikan oleh
syariat Islam dan harus disucikan dengan benda-benda yang dapat untuk
menghilangkannya. Sebagai contoh : air, debu, batu atau benda keras
lain. Disamping itu juga najis yang harus dibersihkan dengan cara
bertaubat, sebagai contoh : minum miras, berjudi, syirik dan
lain-lain.
Dan di makalah saya ini akan membahas tentang najis secara lahiriyah,
macam-macamnya dan bagaimana mensucikannya dan hal-hal lain mengenai
najis secara umum.
PEMBAHASAN
- Pengertian Najis
Di dalam Islam terdapat beberapa sesuatu yang dianggap najis. Islam
memperingatkan kepada kaum muslimin dari padanya dan mewajibkan
mereka agar membersihkannya dari tubuh mereka, dari pakaian mereka
dan dari tempat-tempat duduk maupun tempat-tempat shalat mereka.
Dan najis itu sendiri adalah kotoran yang setiap muslim wajib untuk
menyucikan setiap sesuatu yang terkena kotoran najis tersebut,
sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Muddatsir : 4 yang berbunyi
:
“Dan pakaianmu maka bersihkanlah”
Dan Rasulullah SAW bersabda :
läj}vãoiÖYäÐneã
“Bersuci itu sebagian dari iman”1
Jika ada air cukup banyak terkena najis sehingga mengubah rasa, warna
atau baunya maka hukumnya mutanajjis. Dan jika air itu hanya sedikit
maka menurut mayoritas ulama ahli fiqh hukumnya juga mutanajis
sekalipun tidak berubah.2
Dalam pelaksanaan-pelaksanaan hukum Islam ada perhatian yang cukup
besar yang melindungi seseorang dari sumber-sumber bahaya. Berikut
contohnya yang terkait dengan masalah kebersihan :
- Sesungguhnya Rasulullah melarang memakan daging dan meminum susu binatang yang makan benda-benda yang najis.
- Rasulullah melarang bernafas/meniup bejana yang digunakan minum oleh seseorang, karena hal itu selain menjijikan juga bisa membahayakan kesehatan, begitu juga meniup makanan.
- Rasulullah melarang minum pada bejana yang pecah karena dikhawatirkan itu bisa menimbulkan bakteri yang dapat mengganggu kesehatan.
- Rasulullah melarang minum pada mulut qirbah (tempat air yang terbuat dari kulit binatang)
- Rasulullah melarang memakan binatang buas yang bertaring dan setiap burung bercakar, karena dagingnya bisa menimbulkan bahaya.3
- Kaifiyat Mencuci Benda yang Kena Najis
Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena najis terlebh dahulu
akan diterangkan bahwa najis terbagi menjadi tiga bagian :
- Najis Mughaladhah (tebal) yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaknya dibasuh 7 kali salah satu diantaranya hendaklah dengan air yang dicampur dengan tanah.
- Najis Mukhafafah (ringan) yaitu kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan lain selain ASI, mencuci benda yang kena najis ini dengan memercikkan air pada benda itu. Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan apa-apa selain ASI kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda itu dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya.
- Najis Mutawasithah (pertengahan) yaitu najis yang lain dari pada ke dua macam yang tersebut di atas. Najis ini terbagi menjadi dua yaitu :
- Najis Hukmiyah, yaitu yang kita yakini adanya tetapi tidak nyata zat, bau, rasa dan warnanya. Seperti kencing yang sudah lama kering sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mensucikannya dengan mengalirkan air ke atas benda yang kena najis.
- Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa dan baunya kecuali warna/bau yang sangat sukar menghilangkannya. Sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna dan baunya.4
Adapun kaifiat mencuci benda yang kena najis antara lain :
- Menyucikan badan dan pakaian
Jika pakaian dan badan terkena najis maka hendaklah dicuci dengan air
hingga hilang jika benda najis tersebut dapat dilihat, seperti darah
akan tetapi apabila setelah dicuci itu masih ada bekasnya dan sukar
untuk dihilangkan, maka ia dimaafkan. Namun jika najis itu tidak
kelihatan seperti air kencing maka cukup mencuci walau hanya sekali.
Jika najis itu terkena ujung bawah pakaian wanita, maka tanahlah yang
menyucikan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ahmad dan
Abu Dawud bahwa seorang wanita bertanya kepada Ummu Salamah ra “Saya
mengulurkan ujung pakaian terjela ke bawah pada ketika itu, saya
berjalan di tempat yang kotor, Ummu Salamah berkata bahwa Rasulullah
SAW pernah bersabda :”Ujung pakaian itu disucikan oleh barang yang
mengenainya setelah itu”.
- Menyucikan tanah
Jika tanah ditimpa najis maka cara menyucikannya adalah dengan
menumpahkan air keatasnya. Ada cara lain untuk membersihkan tanah
yang terkena najis yaitu dengan cara mengeringkannya baik tanah itu
sendiri maupun benda yang berhubungan dengannya, seperti pepohonan
dan bangunan. Abu Qilabah berkata :”Menyucikan tanah adalah dengan
cara mengeringkannya” (HR. Ibnu Abu Syaiban).
- Dari Abu Abbas ra bahwa Maimunah ra berkata :
#Ì^AÕ<ýYoQgzA
Ù
û~çneãlãätnQufeãûM<Ömqj~ioQ@äçQoæãoQ
kbnjAãqfaprq1=ÉäYäteq1äipÁäsq^eãdä^Y#jAð
Nabi SAW pernah ditanya tentang tikus yang jatuh ke dalam minyak
samin, maka sabdanya :”Buanglah tikus itu begitu pula dengan samin
yang berada di sekeliling tikus tersebut, dan makanlah minyak samin
yang tersisa”. (HR. Bukhari)
- Menyucikan kulit binatang
Kulit binatang yang sudah mati baik bagian luar maupun bagian
dalamnya dapat disucikan dengan cara menyamaknya. Hal ini bedasarkan
hadits Ibnu Abbas ra.
=tÉ9^YåäsvãWæ8ã:ã
ádä]
Ù
û~çneãlãätnQufeãûM<@äçQoæãoQ
Nabi SAW pernah bersabda : “Jika kulit di samak maka ia sudah
menjadi suci”
- Menyucikan cermin dan lainnya
Menyucikan cermin, pisau, pedang, kuku, tulang, kaca, bejana berkilat
dan setiap kepingan yang tidak berlubang, maka menyucikannya dengan
cara menggosok hingga hilang bekas najis tersebut.
- Menyucikan terompah (sandal)
Terompah yang bernajis dan begitu juga sepatu, menjadi suci dengan
cara menggosokkannya ke tanah sehingga bekas najis tersebut menjadi
hilang. Hal ini berdasarkan pada hadits :
åã=&eãäjs<qtÌYu~Z6æú:vãûzÉpã:ã
Jika ia menginjak kotoran dengan kedua sepatunya, maka sucikanlah
dengan tanah.5
- Apabila kita menuangkan air pada air kencing meskipun hanya sekali tetapi sudah hilang baunya, maka hukumnya sudah suci.
- Apabila kita menuangkan air pada tanah/lantai yang terkena najis lalu bekasnya hilang, maka hukumnya sudah suci.6
- Benda-benda yang termasuk Najis
- Baul orang dewasa
- Ghait (kotoran manusia), kotoran burung, ikan, belalang/kotoran binatang yang tidak mengalir darahnya.
- Darah, nanah dan muntahan
- Madzi yaitu cairan berwarna putih/kuning yang encer, yang galibnya keluar dari qubul (kemaluan/faraj) ketika syahwatnya telah bangkit
- Wadi, yaitu cairan berwarna putih agak keruh dan agak kental yang keluar pada galibnya dari qubul sesuadh buang air kecil/tatkala membawa sesuatu yang berat.
- Bangkai binatang darat yang masih ada darahnya selain jenazah manusia
- Arak/minuman yang memabukkan, menurut para ulama Syafi’iyah arak adalah najis.
- Cairan luka (darah putih)
- Air susu dari hewan yang tidak dimakan dagingnya, kecuali susu manusia.
- Daging binatang yang dipotong selagi hidup
- Lalat yang jatuh ke dalam air minum
Bila ada lalat hinggap/tercemplung ke dalam air minum, hendaklah
rendamkan seluruh badan lalat itu sebab dalam salah satu sayapnya ada
penyakit dan pada sayap yang lain ada obat. Dalam hadits nabi :
Dari Abu Hurairah ra katanya Rasulullah SAW besabda : “Bila hinggap
lalat dalam minuman salah seorang diantara kamu, maka hendaklah
rendamkan binatang itu karena pada salah satu sayapnya itu ada
penyakit dan pada sayap yang lain ada obat”7
- Tuntutan Beristinja
Apabila kotoran dari salah satu pintu keluar, kotoran wajib istinja
dengan air/dengan tiga buah batu.
Syarat istinja dengan batu jika kotoran itu belum kering dan kotoran
itu tidak mengenai tempat lain. Jika kotoran itu sudah
kering/mengenai tempat lain, maka tidak sah lagi istinja dengan batu,
tetapi wajib dengan air. 8
Tuntutan beristinja itu sangat keras, menurut keterangan Rasulullah
SAW kebanyakan siksaan kubur di datangkan Tuhan kepada hamba-Nya yang
tidak mau beristinja membersihkan baul maupun ghait.
uni
=ç^eãåã;QÖiäQlýYdqçeãoiãqs?n%
Ù
û~çneãlãätnQufeãûM<CmãoQ
Ä3~2I9nBæCÌ]<9eãrãp<Å
Dari Anas ra katanya Nabi SAW bersabda : “Bersucilah kamu dari
baul, karena sesungguhnya kebanyakan siksaan kubur disebabkan baul
(kencing) itu”
Yang wajib dalam beristinja ialah menghilangkan sifat-sifat najis
baik warna, bau, maupun rasanya. Namun tidaklah menjadi halangan
karena hal itu termasuk darurat.9
- Hal-hal yang Sering Terlalaikan
- Tali cucian yang senantiasa dipakai untuk menjemur pakaian-pakaian najis, kemudian ia kering disebabkan matahari atau angin tidaklah apa-apa jika dipakai untuk menjemur pakaian bersih.
- Jika seseorang tertimpa sesuatu benda sedangkan ia tidak tau apakah itu air ataukah kencing maka ia tidak perlu memastikan benda yang jatuh tersebut.
- Jika kaki/pinggir pakaian bagian bawah terkena sesuatu yang besar yang tidak diketahui bendanya maka ia tidak wajib berusaha untuk mengetahuinya.
- Tidak wajib mencuci paa saja yang terkena tanah di jalanan
- Jika seseorang sudah menyelesaikan shalatnya, lalu terlihat pakaian/bagian badannya terkena najis yang tidak diketahui/ mengetahuinya tapi lupa membersihkan/ tidak sanggup menghilangkannya, maka shalatnya tetap dikategorikan sah.
- Orang yang tidak mengetahui tempat najis dipakainya
- Bila seseorang menaruh keraguan terhadap pakaiannya sudahkah bersih/kotor, maka ia boleh mengambil salah satu darinya untuk shalat.10
- Adab Buang Air (Qodho’ hajat)
Seseorang apalagi seorang muslim dituntut untuk selalu menjaga
kesopanan dalam segala tindakanya sehari-hari, termasuk dalam hal
qadha hajat (buang air) antara lain :
- Sebaiknya tidak membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah SWT, kecuali jika khawatir akan rusak/hilang.
- Menghindar/menjauh dari khalayak
- Hendaknya memilih tempat yang rendah dan lunak, agar tidak terkena percikan najis
- Jangan buang air di liang binatang, atau di jalan manusia atau tempat berteduh
- Jangan buang air dalam genangan air yang biasa digunakan untuk mandi
- Jangan kencing sambil berdiri
- Jangan berbicara apapun/menyebut nama Allah berdzikir, membalas salam, menirukan ucapan penyeru adzan dll.
- Jangan membuka aurat di tempat terbuka sebelum berada di ruang WC yang tertutup.
- Sebelum memasuki WC hendaklah membaca
+yäç6eãp+ç2eãoicæ:qQãûmãktfeãufeãkBæ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kotoran dan gangguan
- Setelah selesai buang air, wajib beristinja
- Beristinja hendaknya menggunakan tangan kiri
- Selesai beristinja, hendaknya mencuci tangan dengan sabun
- Hendaknya mendahulukan kaki kiri ketika masuk WC dan kaki kanan ketika keluar sambil mengucapkan :
&YäQpú:vãûnQès:ãú;eãufe
9j2eãcmã=ZU
Ampunilah kami ya Allah segala puji bagi Allah yang telah
menghilangkan gangguan dari diriku serta memberiku keselamatan dari
penyakit.11
PENUTUP
Dari makalah yang saya buat bisa disimpulkan bahwa : pengertian najis
itu adalah sesuatu yang kotor (menjijikan) yang setiap muslim wajib
untuk menyucikan. Setiap sesuatu yang terkena kotoran najis tesebut.
Dan hubungannya dengan najis secara lahiriyah ahli ilmu fiqih membagi
menjadi tiga golongan yaitu :
- Najis Mukhafafah, yang tergolong najis ini adalah air kencing bayi laki-laki dan perempuan. Dan cara menyucikannya dengan diperciki dan dibasuh dengan air.
- Najis Mutawasithah yang tergolong najis ini adalah darah, nanah, kotoran manusia dan cara mencucikannya dengan dibasuh dengan air mutlak berkali-kali hingga bersih bekasnya.
- Najis mughaladah yang tergolong najis ini adalah air liur anjing dan cara menyucikannya dibasuh tujuh kali dengan diselingi gosokan debu sekali.
Dan benda-benda/ alat-alat yang digunakan untuk bersuci dari najis
antara lain: air, debu, batu/benda keras lain dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Ayyub, Syaikh Hasan : Fiqih Ibadah, Penerjemah : Abdul Rasyad
Syiddiq, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2003,
Rasjid, Sulaiman, Haji, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru
Algensindo, 1994.
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, Jakarta : Darul Fath, Jilid I,
2004.
Mas’ud, Ibnu, Drs. Haji, Drs. H. Zaenal Abidin S, Fiqh Madzhab
Syafii (edisi lengkap) Buku I : Ibadah, Bandung : Penerbit Mizan,
1999.
1
Sayyid Sabiq, Fiqhus-Sunnah Jilid I, Darul Fath, Jakarta :
2004, hal. 20
2
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Ibadah, Penerjemah : Abdul Rosyad
Shiddiq, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2003, hal. 29
3
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Ibadah, Penerjemah : Abd. Rosyad
Shiddiq, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2003, hal. 30-31.
4
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru
Algensindo, 1994, hal. 21-22.
5
Sayid Sabiq, Fiqhus- Sunnah, Darul Fath, Jakarta : jilid I,
2004, hal. 29-31.
6
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Ibadah, Penerjemah : Abdul Rosyad
Shiddiq, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2003, hal. 45-46.
7
Drs. H. Ibnu Mas’ud, Drs. H. Zaenal Abidin S. Fiqih Madzhab
Syafii Buku Ibadah, Bandung: Pustaka Setia, 2007 hal.48-49.
8
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung : Sinar Algensindo,
1994, hal. 23
9
Drs. H. Ibnu Mas’ud, Drs. H. Zaenal Abidin S, Fiqh Madzhab
Syafi’I (Edisi Lengkap) buku I hal. 36-43.
10
Sayyid Sabiq, Fiqhus- Sunnah, Jakarta : Darul Fath, Jilid I,
hal. 31
11
Muhammad bagir al Habsyi, Fiqh Praktis, menurut Al Qur’an,
As Sunnah dan Pendapat para ulama, Bandung : Penerbit Mizan, 1999,
hal 62-63