PENDAHULUAN
Salah satu sifat manusia adalah sebagai makhluk sosial di samping
sebagai makhluk individual. Sebagai makhluk individual manusia
mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan
dirinya sendiri. Sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai
dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia
mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial
pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan
hubungan atau untuk mengadakan interaksi. Dengan demikian maka akan
terjadilah interaksi antara manusia satu dengan manusia yang lain.
Dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan
dengan yang lain, atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian di sini
dalam arti yang luas, yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri
dengan keadaan di sekitarnya atau sebaliknya individu dapat mengubah
lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan
apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan.
PEMBAHASAN
- Interaksi Sosial
Pengertian Interaksi Sosial
Dewasa ini kita semua menerima pendapat bahwa dalam kehidupan
sehari-hari manusia tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang
lain. Ia selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga
kepribadian individu, kecakapan-kecakapannya, ciri-ciri kegiatannya
baru menjadi kepribadian individu yang sebenar-benarnya apabila
keseluruhan sistem psycho-physik tersebut berhubungan dengan
lingkungannya. Tanpa hubungan ini individu bukanlah individu lagi.1
Dalam hal ini sarjana psikologi Woodworth menambahkan bahwa hubungan
manusia dengan lingkungan meliputi pengertian:
- Individu dapat bertentangan dengan lingkungan
- Individu dapat menggunakan lingkungan
- Individu dapat berpartisipasi (ikut serta) dengan lingkungan
- Individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
Selanjutnya bagaimanakah peranan individu terhadap alam sekitar
(lingkungan) dan sebaliknya?
Dalam menghadapi dunia sekitar individu tidak bersifat pasif, tetapi
bersifat aktif, artinya berusaha mempengaruhi, menguasai, mengubah
dalam batas-batas kemungkinannya. Demikian pula sebaliknya alam
sekitar mempunyai peranan terhadap individu, artinya melalui individu
mempengaruhi individu, tingkah laku, perbuatan, fikiran, sikap,
perasaan, kemauan dan sebagainya.
Pada umumnya hubungan itu berkisar kepada usaha dalam menyesuaikan
diri dan penyesuaian diri ini dapat dengan cara yang disebut
autoplastis (auto: sendiri, plastis: dibantu),
yaitu seseorang harus menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
Misalnya, bila seseorang karywaan yang bekerja pada sebuah kantor,
dia harus menyesuaikan dirinya dengan aturan, tata tertib yang ada
pada kantor itu.
Jadi bila peraturan jam 07.00, harus masuk kantor, diapun harus masuk
jam itu dan sebagainya. Penyesuaian diripun dapat dengan cara
alloplastis (allo: yang lain), artinya seseorang dapat
pula merubah lingkungannya agar sesuai dengan keinginan dirinya.
Misalnya, seorang karyawan yang duduk pada sebuah kursi dalam sebuah
ruangan merasakan letak tempat duduknya dirasakan akan mempengaruhi
cara bekerjanya, dia berusaha merubah tempat duduknya.
Dengan demikian kehidupan manusia dalam masyarakat mempunyai 2 macam
fungsi yaitu berfungsi sebagai obyek dan sebagai subjek. Demikian
juga manusia lain (millieu), juga berfungsi sebagai subyek dan obyek.
Itulah sebabnya maka H. Bonner dalam bukunya Social Psychology
memberikan rumusan interaksi sosial sebagai berikut:
“Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara 2 individu atau
lebih, di mana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah
atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya”
Hal ini sebenarnya merupakan keuntungan yang besar bagi manusia,
sebab dengan adanya dua macam fungsi yang dimiliki itu timbullah
kemajuan-kemajuan dalam hidup bermasyarakat. Jika manusia ini hanya
sebagai obyek semata-mata maka hidupnya tidak mungkin lebih tinggi
daripada kehidupan benda-benda mati, sehingga kehidupan manusia tidak
mungkin timbul kemajuan.
Sebaliknya andaikata manusia ini hanya sebagai subyek semata-mata,
maka ia tak mungkin bisa hidup bermasyarakat (tak bisa bergaul dengan
manusia lain), sebab pergaulan sbaru bisa terjadi apabila ada give
and take dari masing-masing anggota masyarakat itu. Jadi jelas
bahwa hidup individu dan masyarakat tidak dapat dipisahkan dan selalu
berinteraksi antara yang satu dengan yang lain.
Dari uraian tersebut di atas ternyata ada 2 masalah yang penting,
yaitu:
- Masalah individu
- Masalah dunia sekitar (kelompok)
Para ahli jiwa sosial dalam meninjau individu dalam hubungannya
dengan dunia sekiyar, terutama ditekankan pada sikap terhadap
perkembangan, misalnya bagaimana pengaruh dunia sekitar terhadap
perkembangan individu, pengaruh itu bersifat mutlak atau tidak?
Maka timbullah anggapan bahwa manusia itu dalam hidupnya dan
perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia luar, dan
bagi golongan ini pengaruh-pengaruh dari dalam (faktor keturunan)
dianggapnya tidak ada. Misalnya, manusia yang bersifat sombong,
egoistic dan sebagainya itu semua adalah karena pengaruh sekitar.
Kemungkinan pada manusia baru bisa berkembang bila ia bergaul dengan
masyarakat artinya kalau lingkungan tidak memungkinkan berkembang
tiap-tiap potensi, maka potensi-potensi (benih-benih) itu tidak
mungkin juga berkembang. Misalnya, orang mempunyai sbenih penyanyi,
tetapi ia lahir di kalangan kyai-kyai, maka tidak mungkin benih itu
berkembang. Sebagaimana jagung yang tumbuh di atas batu yang kering,
tak mungkin subur.
Tetapi walaupun begitu, pengaruh sekitarpun ada batasnya. Meskipun
lingkungan memberi kemungkinan sampai bagaimanapun juga, tetapi
potensi tidak ada, maka tak mungkin juga bisa berkembang. Misalnya,
orang yang mempunyai kemampuan rendah, walaupun diajar oleh seorang
profesor, tak mungkin bisa pandai. Sebagaimana benih jagung yang
jelek, walaupun dipupuk tak mungkin berhasil baik. Jadi pengaruh
sekitar itu betul-betul terbatas. Dan karena pengaruh ini pulalah
yang menyebabkan manusia itu bermacam-macam jadinya.2
- Manusia Dengan Lingkungannya
- Pengantar
Kalau diperhatikan apa yang terjadi di sekitar manusia itu dapat
dikemukakan adanya bermacam-macam kejadian yang satu berbeda dengan
yang lain, di samping juga ada kesamaannya. Sebagai contoh:
- Kalau si A melempar batu, dapat dilihat bahwa batu yang dilempar akan meluncur sesuai dengan kekuatan daya lempar si A, dan batu tersebut pada akhirnya akan meluncur jatuh ke bawah. Dari peristiwa ini dapat dikemukakan lajunya batu itu akibat dari lemparan si A, atau dengan kata lain lajunya batu itu disebabkan oleh kekuatan yang ada di luar batu tersebut. Jatuhnya batu ke bawah karena adanya tarik bumi. Pada peristiwa tersebut batu akan dikenai hukum-hukum alam secara langsung. Pada batu belum ada unsur kehidupan di dalamnya. Pada benda-benda mati kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa secara langsung masihditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang datang dari luar.
- Pada tumbuh-tumbuhan dapat dilihat adanya peristiwa-peristiwa yang berbeda dengan peristiwa-peristiwa yang terdapat pada benda-benda mati, sekalipun juga terdapat hal-hal yang sama. Ini berarti bahwa pada tumbuh-tumbuhan juga ditentukan oleh hukum-hukum alam, tetapi juga telah ada kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam tumbuh-tumbuhan itu sendiri. Ini disebabkan karena pada tumbuh-tumbuhan telah ada unsur kehidupan.
- Demikian juga pada benda-benda hidup yang lain, yaitu pada hewan dan manusia. Pada hewan dan manusia selain terikat pada hukum-hukum alam, dari dalam diri hewan dan manusia telah terdapat kekuatan-kekuatan yang akan turut serta menentukan keadaan hewan dan manusia yang bersangkutan.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan apa yang ada di sekitar
manusia itu pada garis besarnya dapat dibedakan ada benda-benda mati
dan benda-benda hidup, ada lingkungan yang bersifat kealaman dan ada
lingkungan yang mengandung kehidupan. Dalam lingkungan kehidupan
inilah terdapat lingkungan manusia atau lingkungan sosial. Hubungan
antara individu dengan lingkungan sosial inilah yang menjadi fokus
pembicaraan dalam lapangan psikologi sosial.3
- Manusia Sebagai Makhluk Berkembang
Manusia sebagai makhluk hidup dapat ditinjau dari berbagai macam segi
sesuai dengan sudut tinjauan dalam mempelajari manusia itu. Oleh
karena itu tinjauan mengenai manusia dapat bermacam-macam. Misal,
manusia sebagai makhluk budaya, manusia sebagai makhluk sosial,
manusia sebagai makhluk yang dapat dididik, manusia sebagai makhluk
berkembang dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk berkembang, maka
manusia dapat mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat dari
perkembangannya tersebut, baik perubahan pada segi kejasmaniannya
maupun perubahan pada segi psikologisnya. Sesuatu yang dahulu belum
ada, menjadi ada, yang dahulu belum sempurna kemudian menjadi
sempurna, demikian selanjutnya sebagai akibat adanya perkembangan
pada diri manusia itu.
Bagaimana manusia itu berkembang, hal ini dibicarakan secara khusus
dalam psikologi perkembangan. Dalam tulisan ini akan dikemukakan
bagaimana hubungan manusia dengan keadaan sekitarnya, dalam kaitannya
dengan perkembangan. Bagaimana pengaruh keadaan sekitar terhadap
perkembangan terhadap perkembangan manusia antara para ahli belum ada
kata sepakat, sehingga keadaan ini kemudian menimbulkan
bermacam-macam teori mengenai perkembangan manusia, yang satu berbeda
dengan yang lain sesuai dengan pendapat atau pandangan ahli yang
bersangkutan.
Di antara teori-teori perkembangan, ada yang sangat menitik beratkan
bahwa lingkungan akan membentuk manusia seluas-luasnya dan pembawaan
tidak mempunyai pengaruh, tetapi sebaliknya ada teori yang memandang
bahwa pembawaan yang akan menentukan manusia itu, sedangkan
lingkungan tidak berperan. Teori yang pertama sering disebut teori
empirisme atau juga disebut teori tabularasa yang dikemukakan oleh
John Lake, sedangkan teori yang kedua sering disebut teori nativisme
yang dikemukakan oleh Schopenhauer (Lih. Bigot,dkk, 1950). Kedua
teori tersebut merupakan teori-teori yang sangat ekstrim, teori yang
satu bertentangan dengan teori yang lain. Pada umumnya para ahli
mengikuti teori yang ketiga, yaitu teori konvergensi yang dikemukakan
oleh W. Stern yang memandang baik pembawaan maupun lingkungan secara
bersama-sama mempunyai peranan dalam pembentukan atau perkembangan
manusia. Dari uraian tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa:
- Manusia itu dapat mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat adanya perkembangan pada diri manusia itu
- Dalam perkembangan manusia itu faktor pembawaan dan faktor lingkungan secara bersama-sama mempunyai peranan, walaupun tidak mengingkari adanya teori-teori yang lain
- Manusia Sebagai Makhluk Individual dan Sosial
Telah banyak ahli yang meninjau sifat hakikat manusia, seperti telah
disinggung di depan. Ada ahli yang melihat manusia sebagai makhluk
individual, ada ahli yang melihat manusia sebagai makhluk sosial, di
samping ada ahli yang melihat manusia sebagai makhluk individual
sekaligus makhluk sosial. Tetapi di samping itu juga ada ahli yang
melihat manusia sebagai makhluk yang berketuhanan di samping
sifat-sifat yang lain. Manusia sebagai makhluk individual, manusia
mempunyai hubungan dengan dirinya sendiri, adanya dorongan untuk
mengabdi kepada dirinya sendiri. Manusia sebagai makhluk sosial,
adanya hubungan manusia dengan sekitarnya, adanya dorongan pada
manusia untuk mengabdi kepada masyarakat. Manusia sebagai makhluk
berketuhanan atau makhluk religi adanya hubungan manusia dengan Sang
Pencipta, adanya dorongan pada manusia untuk mengabdi kepada Sang
Pencipta, kekuatan yang ada di luar dirinya.
Karena manusia sebagai makhluk individual, maka dalam
tindakan-tindakannya manusia kadang-kadang menjurus kepada
kepentingan pribadi. Namun karena manusia juga sebagai makhluk
sosial, dalam tindakan-tindakannya manusia juga sering menjurus
kepada kepentingan-kepentingan masyarakat. Seperti yang dikemukakan
oleh Kunkel (lih. Bigot, dkk, 1950) sebagai salah seorang tokoh dalam
psikologi individual, bahwa manusia itu mempunyai dorongan untuk
mengabdi kepada dirinya sendiri (ichaftigkeit) dan dorongan
untuk mengabdi kepada masyarakat (sachlichkeit) secara
bersama-sama, manusia merupakan kesatuan dari keduanya.
+ 50
B Sachlichkit
A
- 50
Ichaftigkeit
Karena manusia itu pada hakikatnya merupakan makhluk sosial di
samping sifat-sifat yang lain, maka secara alami manusia itu
membutuhkan hubungan dengan orang lain, manusia secara alami
mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan keadaan sekitarnya.
- Beberapa Macam Hubungan Manusia Dengan Lingkungan
Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan masyarakat yang di
dalamnya terdapat interaksi individu dengan individu yang lain.
Seperti telah dipaparkan di depan lingkungan sosial inilah yang
menjadi fokus dari psikologi sosial. Lingkungan sosial dapat
dibedakan antara lingkungan sosial primer dan lingkungan sosial
sekunder. Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan sosial di mana
terdapat hubungan yang erat antara individu satu dengan individu yang
lain, individu satu saling kenal dengan individu yang lain. Pengaruh
lingkungan sosial primer ini akan lebih mendalam bila dibandingkan
dengan pengaruh lingkungan sosial sekunder. Sedangkan lingkungan
sosial sekunder yaitu lingkungan sosial di mana hubungan individu
dengan yang lain agak longgar, individu satu kurang mengenal dengan
individu yang lain. Namun demikian pengaruh lingkungan sosial, baik
lingkungan sosial primer maupun lingkungan sosial sekunder sangat
besar terhadap keadaan individu sebagai anggota masyarakat.
Bagaimana hubungan antara individu dengan lingkungannya, terutama
lingkungan sosial tidak hanya berlangsung searah, dalam arti bahwa
hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu,
tetapi antara individu dengan lingkungannya terdapat hubungan yang
saling timbal balik, yaitu lingkungan berpengaruh pada individu.
Tetapi sebaliknya individu juga mempunyai pengaruh pada lingkungan.
Bagaimana hubungan atau sikap individu terhadap lingkungan dapat:
- Individu menolak lingkungan
Yaitu bila individu tidak sesuai dengan keadaan lingkungannya. Dala
keadaan yang demikian ini, individu dapat memberikan bentuk pada
lingkungan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh individu yang
bersangkutan. Misalnya dalam kehidupan bermasyarakat, kadang-kadang
orang tidak sesuai atau tidak cocok dengan norma-norma yang ada dalam
lingkungannya, maka seseorang dapat memberikan pengaruh atau
memberikan bentuk pada lingkungan tersebut. Namun demikian, hal ini
merupakan hal yang tidak mudah dan salah satu faktor yang akan ikut
menentukan berhasil tidaknya usaha itu adalah status atau posisi
individu yang bersangkutan. Misal seorang anggota masyarakat biasa
akan lain sekali pengaruhnya bila orang yang bersangkutan mempunyai
otoritas atau posisi kunci dalam masyarakat.
- Individu menerima lingkungan
Yaitu bila keadaan sesuai atau cocok dengan keadaan individu. Dengan
demikian individu akan menerima keadaan lingkungan tersebut. Misal
keadaan norma-norma yang ada dalam lingkungan cocok dengan harapan
atau keadaan dari individu yang bersangkutan.
- Individu bersikap netral atau staus quo
Yaitu bila individu tidak cocok dengan keadaan lingkungan, tetapi
individu tidak mengambil langkah-langkah bagaimana sebaiknya.
Individu bersikap dia saja, dengan suatu pendapat biarlah lingkungan
dalam keadaan yang demikian, asal individu yang bersangkutan tidak
berbuat demikian. Dipandang dari segi pendidikan kemasyarakatan sikap
yang demikian ini sebenarnya tidak diharapkan, karena bagaimanapun
individu dapat mengammbil langkah-langkah bagaimana sebaiknya
sekalipun mungkin hal tersebut tidak dapat memenuhi harapannya.4
- Teori-Teori Penilaian Sosial
- Teori Perbandingan Sosial (Social Comparison)
Teori ini dirumuskan oleh Festinger. Pada dasarnya teori ini
berpendapat bahwa proses saling mempengaruhi dan perilaku saling
bersaing dalam interaksi sosial ditimbulkan oleh adanya kebutuhan
untuk menilai diri sendiri (self evaluation) dan kebutuhan ini
dapat dipenuhi dalam membandingkan diri dengan orang lain.
Ada dua hal yang diperbandingkan dalam hubungan ini, yaitu:
- Pendapat (opinion)
- Kemampuan (ability)
Walaupun proses perbandingan untuk kedua hal tersebut sama, namun ada
juga perbedaan penting yang perlu diperhatikan. Pertama, dalam
perbandingan kemampuan terdapat dorongan searah menuju keadaan yang
lebih baik atau kemampua yang lebih tinggi. Misalnya, A hanya mampu
mengangkat barbell seberat 70 kg, sedangkan B mampu mengangkat 100
kg. dalam membandingkan dirinya dengan B, A merasa harus meningkatkan
kemampuannya (misalnya latihan lebih keras lagi) agar ia bisa
mendekati kemampuan B. Baik A maupun B tidak memikirkan kemungkinan B
menurunkan kemampuannya agar mendekati A. hal ini tidak terdapat
dalam perbandingan antar pendapat karena jika pendapat A berbeda dari
B, bisa saja A yang mengubah pendapatnya mendekati pendapat B, atau B
yang mendekati A atau keduanya saling mendekati. Sehubungan dengan
itu, perbedaan kedua yang perlu diperhatikan adalah bahwa perubahan
pendapat relative lebih mudah terjadi daripada perubahan kemampuan.5
- Teori Penilaian Sosial
Sheriff dan Hovland mencoba menggabungkan sudut pandangan psikologi,
sosiologi dan antropologi dalam teorinya ini. Dalilnya berdasar teori
bahwa orang membentuk situasi yang penting buat dirinya. Jadi dia
tidak ditentukan oleh situasi.
Pembentukan situasi ini mencakup faktor-faktor intern (sikap, emosi,
motif, pengaruh pengalaman masa lampau dan sebagainya), maupun
ekstern (objek, orang-orang dan lingkungan fisik). Interaksi dari
faktor-faktor intern dan ekstern inilah yang menjadi kerangka acuan
(frame of reference) dari setiap perilaku.
Kerangka acuan yang dimaksud oleh Sherif bukanlah dalam arti yang
abstrak (seperti norma-norma, idealisme dan lain-lain), tetapi dalam
arti yang konkret, yang khusus menyangkut satu perilaku tertentu pada
waktu dan tempat tertentu. Perilaku di sini tidak disebabkan atau
dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal tersebut.
Melainkan perilaku itu akan mengikuti pola-pola tertentu yang
diciptakan oleh faktor-faktor tersebut.
Interaksi antara faktor-faktor internal dan eksternal sejalan dengan
teori kognitif dengan teori lapangan. Jika kondisi stimulus meragukan
atau tidak jelas, padahal motivasi cukup kuat, maka faktor-faktor
internal akan lebih berpengaruh. Sebaliknya, jika faktor motif kurang
kuat, padahal stimulusnya jelas, maka faktor luar akan lebih
berpengaruh.
Teori Penilaian Sosial ini khususnya mempelajari proses psikologis
yang mendasari pernyataan sikap dan perubahan sikap melalui
komunikasi. Anggapan dasarnya adalah bahwa dalam menilai manusia
membuat diskriminasi dan kategorisasi stimulus-stimulus. Dalam
diskriminasi dan kategorisasi manusia melakukan
perbandingan-perbandingan antara berbagai alternative dan salah satu
alternative adalah referensi interval atau standar yang disusun oleh
individu untuk menilai stimulus-stimulus yang datang dari luar.
Pembentukan standar penilaian internal ini dipengaruhi oleh
pengalaman individu yang bersangkutan dari patokan-patokan tingkat
keterlibatan ego dan sebagainya. 6
KESIMPULAN
Kehidupan manusia dalam masyarakat mempunyai 2 macam fungsi yaitu
fungsi sebagai obyek dan sebagai subyek. Jika manusia hanya sebagai
obyek semata-mata, maka hidupnya tidak mungkin lebih tinggi daripada
kehidupan benda-benda mati, sehingga kehidupan manusia tidak mungkin
timbul kemajuan.
Sebaliknya, andaikata manusia ini hanya sebagai subyek semata-mata,
maka ia tidak akan mungkin bisa hidup bermasyarakat (tidak bisa
bergaul dengan manusia lain). Sebab pergaulan baru bisa terjadi
apabila ada give and take dari masing-masing anggota
masyarakat itu. Jadi, jelas bahwa hidup individu dan masyarakat tidak
dapat dipisahkan dan selalu berinteraksi antara yang satu dengan yang
lain.
Hubungan antara individu dengan lingkungan sosial tidak hanya
berlangsung searah, dalam arti bahwa hanya lingkungan saja yang
mempunyai pengaruh terhadap individu, tetapi antara individu dengan
lingkungannya terdapat hubungan yang saling timbal balik.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial,
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999.
Bimo Walgito, Psikologi Sosial,
Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2003.
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori
Psikologi Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
1
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1999), hal. 53.
2
Ibid, hal. 53-57.
3
Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: CV. Andi Offset,
2003), hal. 23-24.
4
Ibid, hal. 24-28.
5
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 170.
6
Ibid, hal. 187-188.