BAB I
PENDAHULUAN
Ibnu
Thufai adalah salah satu filsuf yang terpikat oleh pemikiran-pemikiran Yunani
dan berusaha menyelaraskan dengan ajaran Islam. Karya monumental yang berjudul
Hayy Bin Yaqzhan membuktikan hal itu. Tulisan ini sendiri berposisi untuk
mengungkapkan jejak-jejak Hellenisme dalam pikiran Ibnu Thufai dalam konteks
upaya penyamaan dengan ajaran Islam. Banyak orang yang mengatakan bahwa ibnu thufail itu memiliki suatu
tingkatan yang ajaib dalam keilmuannya, yakni berada dalam tingkataan
mistikyang penuh kegembiraan. Informasi tentang sejarah dan latar belakang
kehidupannya hampir sulit dijumpai. Namun diawali karirnya menjadi seorang
dokter akhirnya dia menjadi sekretaris Gubernur di propinsi Granada
BAB II.
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup Ibnu Thufail
Nama
lengkap Ibnu Thufail adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Abd al- Malik Ibnu Muhammad
Ibnu Thufail (latin, Abubacer) pemuka besar pertama pemikiran filosofis
Muwahhid dari Spanyol. Ia dilahirkan di Guadix, provinsi Granada, ia termauk
dalam keluarga suku arab terkemuka Qais. Dalam bahasa latin ia lebih populer
dengan sebutan Abu Bacer. Ibnu Thufail meninggal di Maroko pada tahun 581
H/1185 M.[1] Informasi tentang sejarah dan latar
belakang kehidupanya hampir sulit untuk dijumpai. Demikian mengenai guru-guru
serta perjalanan dalam menimba ilmu pengetahuan. Dugaan kuat mengatakan, bahwa
ia pernah belajar di Seville dan Cordofa, karena kota tersebut merupakan kota
pusat kegiatan akademik terbesar di Andalusia pada saat itu. Menurut Ibnu
al-Khatib, bahwa Ibnu Tufail mempelajari Ilmu kedokteran di Granda, dan ada
pula yang mengatakan bahwa ia merupakan salah satu murid Ibn Bajjah, akan
tetapi ia sendiri mengaku tidak pernah bertemu dengn filosof itu.[2]
Karena hubungannya
yang baik dengan para pengusaha, Ibn Thufail memperoleh berbagai fasilitas,
yang semuanya itu dapat mendukug semua kegiatan intelektualitasnya di kota itu.
Melalui Ibn Thufail, Khalifah dapat mendatangkan para ahli dari berbagai bidang
untuk berdiskusi tentang berbagai ilmu pengethuan. Di antara mereka terdapat
nama Ibn Rusyd yang kemudian diminta untuk membuat komentar dari hasil
karya-karyanya Aristoteles dalam bidang filsafat dan logika, dan terakhir ia
diminta menggantikan kedudukan Ibn Tufail yang mengundurkan diri karena udzur.[3]
Filsafat Ibn Tufail
terkandung dalam bukunya Hayy Ibn Yaqsan yang menceritakan bagaimana Hayy, dari
sejak bayi hidup sendiri disuatu pulau yang terasing dan dibesarkan oleh seekor
rusa, namun dapat mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan melalui pemikiran
akalnya, Hayy sampai kepada pengetahuan dan adanya Tuhan. Akalnya menghasilkan
Agama yang bersifat berfilosofis,. Dalam buku tersebut juga diceritakan
mengenai ulama yang bernama Asal yang datang ke pulau itu untuk menyendiri
untuk menghadap Tuhan. Setelah ulama itu berjumpa dengan Hayy ternyata bahwa
agama yang ditimbulkan pemikiran Hayy itu pada garis besarnya sama dengan agama
samawi yang dianut oleh Asal.
Gagasan yang ingin
di sampaikan oleh Ibn Tufail melalui karyanya itu adalah mengenai pengetahuan yang
diperoleh dari akal dan pengetahuan yanng dibawa whyu tidak bertentangan. Kedua
pengetahan itu bersumber dari Tuhan. Filsafat Ibn Tufail yang bergantung dalam
kisah hay Ibn Yaqsan itu selanjutnya dapat dibgi ke dalam masalah ketuhanan,
alam semesta, jiwa, Epistomologi dan hubungan antara fisika dan agama.
B. Pemikiran Ibnu Thufail
1. ketuhanan
Menurut Ibn Tufail
Tuhan itu adalah pemberi wujud pada semua makhluk selaian itu Ibn Tufail memberi
kesimpulannya bahwa alam ini diciptakan oleh Tuhan. Selanjutnya Ibn Tufail
menambahkan bahwa sesuatu yang bergerak pasti ada yang menggerakan. Hal ini
dapat menimbulkan proses tasalul, dan hal itu adalah mustahil. Oleh karena itu
mesti harus ada yang menjadi penggerak pertamaa, yaitu Tuhan.
Ibn tufail
menegaskan bahwa keberadaan tuhan dapat diketahui oleh akal manusia. Untuk
membuktikan adanya Tuhan Ibnu Thufail mengemukakan tiga argument, yaitu:
a) Argumen Gerak
(al-Harokat).
Gerak alam ini
menjadi bukti tentang adanya Allah, baik bagi orang yang menyakini alam baharu
(hadist), berarti alam ini sebelumnya tidak ada, kemudian menjadi ada. Oleh
karena itu berarti ada penciptanya. Pencipta inilah yang menggerakkan alam dari
tidak ada menjadi ada yang disebut dengan Allah. Tapi bagi orang yang menyakini
alam kadim, alam ini tidak didahului oleh tidak ada dan selalu ada, gerak ala
mini kadim, tidak berawal dan tidak berakhir, karena zaman tidak mendahuluinya
(tidak didahului oleh diam) adanya gerak ini menunjukkan secara pasti adanya
penggerak.
b) Argumen Materi
(al-Madat)
Argument ini,
menurut Ibnu Thufail dapat membuktikan adanya Allah, baik yang menyakini alam
kadim maupun hadistnya. Dalam hal ini Ibnu Thufail mengemukakan pokok
pikirannya yang terkait antara satu dengan yang lainnya, yaitu:
1) Segala yang ada ini tersusun dari materi dan benuk
2) Setiap materi membutuhkan bentuk
3) Bentuk tidak mungkin bereksistensi penggerak
Dengan argumen diatas
dapat dibuktikan adanya Allah sebagai pencipta alam ini, Ia Maha Kuasa, bebas
memilih serta tidak berawal dan tidak berakhir.
c) Argumen al-Gayyat dan
al-Mayyat.
Pada argumen ini pernah dikemukakan oleh al-kindi dan Ibn
Sina, bahwa segala yang ada di alam ini mempunyai tujuan tertentu dan merupakan
inayah dari Allah.
Mengenai apakah alam itu qadim atau hadist? Ibn Tufail
sampai pada menyimpulkan bahwa keduanya bersifat antinomi. Yaitu bahwa
kedua-duanya mempunyai kemungkinan benar. Ini tergmbar dari keraguan Hayy di
dalam memilih salah satu dari kedua tersebut.
Kekalan alam dapat mengantarkn kepada eksistensi tak terbatas, dan hal
ini adalah mustahil, sebaliknya kehadisan juga mustahil, karena jika adanya
alam setelah tidak ada, tidak bisa tidak harus ada zaman yang mendahului alam,
sedangkan zaman itu sendiri merupakan bagian dari alam, dan tidak bisa lepas
darinya.
2.JIWA
Menurut Ibn Tufail manusia
itu adalah makhluk yang sangat tinggi martabatnya, karena manusia itu sendiri
terdiri dari dua unsur yaitu jasad dan ruh (al-Madad wa al-Ruh). Badan tersusun
dari unsur-unsur, sedangkan jiwa tidak tersusun. Jiwa bukan jism dan juga bukan
sesuatu daya yang ada didalam jiwa. Setelah badan hancur (mengalami kematian) jiwa
lepas dari badan, dan selanjutnya jiwa yang pernah mengenal allah selama dalam
jasad hidup dan kekal.
Ibn Tufail berpendapat bahwa jiwa adalah sesuatu yang immateri atau
daya yang ada dalam tubuh yang mengilhami berbagai fungsi yang berbeda, seperti
gerak, rasa dan pikiran, sedangkan fisik hanyalah alat bagi jiwa, dan jika
fisik itu hancur, maka jiwa akan pergi meninggalkan atau melepaskan dari badan
dan memasuki alam immateri yang kekal.[4]
Epistemolologi yang dikembangkan melalui tokoh Hayy dapat membawa
Ibn Thufail kepada kedudukan sebagai seorang filosof muslim naturalis yang
mendahului Francus Bacon. Thufail adalah seorang filosof muslim yang
mengembangkan logika induktifnya yang menjadi dasar metode ilmiah yang
dikembangkan hingga dewsa ini. Hal ini terlihat dari cara memaparkan
gejala-gejala alam melalui klasifiasai, analisis dan pengambilan kesimpulan
secara generalisir berdasarkan kriteria pemasaran dan perbedaan yang ada pada
setiap objek yang dikaji.
3.
Fisika
Menurut
Ibnu Thufail alam ini kadim dan juga baharu. Alam kadim karena Allah
menciptakannya sejak azali, tanpa didahului oleh zaman (taqaddum zamany),
dilihat dari esensinya alam adalah baharu karena terwujudnya alam (ma’lul)
bergantung pada zat Allah (illat).
Pandangan menurut Ibnu
Thufail ini merupakan kompromi antara pendapat Aristoteles yang menyatakan alam
kadim dengan ajaran kaum ortodok Islam yang meyatakan alam baharu.
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Ibnu Thufail adalah seorang Filosof yang
memiliki disiplin ilmu dalam berbagai bidang, tetapi tidak banyak mempunyai
karya-karya seperti filosof lainnya, hanya sedikit karya-karyanya yang dikenal
oleh orang. Kemudian pemikiran yang dihasilkan oleh Ibnu Thufail, yaitu:
metafisika, Fisika, Jiwa, Epistimologi dan Rekonsiliasi antara filsafat dan
agama. Ibn Thufail juga mengisyaratkan, bahwa antara filasfat dan agama tidak
saling bertentangn atau berlawanan, Karen esensi yang diungkapkan oleh agama
dan filsafat itu adalah sama tidak ada pertentangan satu dengn yang lainnya.
Kebenaran yang satu itu tidak mungkin bertentangn dengan kebenaran dengan kebenaran
yang linnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Zainal Hamdi, Tujuh
Filsuf Muslim, Yoyakarta: Pustaka Pesantren, 2004.
M.M. Syarif, MA. “The Philosophers”, dari buku History of Muslim Philoshophy,
Bandung: Mizan, cet. I, 1985
Prof. Dr. H. Sirajjuddin, MA. Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya,
Yogyakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2007.