Ibnu Thufail

Written By IMM Tarbiyah on Minggu, 25 Maret 2012 | 20.26


BAB I
PENDAHULUAN
Ibnu Thufai adalah salah satu filsuf yang terpikat oleh pemikiran-pemikiran Yunani dan berusaha menyelaraskan dengan ajaran Islam. Karya monumental yang berjudul Hayy Bin Yaqzhan membuktikan hal itu. Tulisan ini sendiri berposisi untuk mengungkapkan jejak-jejak Hellenisme dalam pikiran Ibnu Thufai dalam konteks upaya penyamaan dengan ajaran Islam. Banyak orang yang mengatakan bahwa ibnu thufail itu memiliki suatu tingkatan yang ajaib dalam keilmuannya, yakni berada dalam tingkataan mistikyang penuh kegembiraan. Informasi tentang sejarah dan latar belakang kehidupannya hampir sulit dijumpai. Namun diawali karirnya menjadi seorang dokter akhirnya dia menjadi sekretaris Gubernur di propinsi Granada


BAB II.
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Ibnu Thufail
Nama lengkap Ibnu Thufail adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Abd al- Malik Ibnu Muhammad Ibnu Thufail (latin, Abubacer) pemuka besar pertama pemikiran filosofis Muwahhid dari Spanyol. Ia dilahirkan di Guadix, provinsi Granada, ia termauk dalam keluarga suku arab terkemuka Qais. Dalam bahasa latin ia lebih populer dengan sebutan Abu Bacer. Ibnu Thufail meninggal di Maroko pada tahun 581 H/1185 M.[1]           Informasi tentang sejarah dan latar belakang kehidupanya hampir sulit untuk dijumpai. Demikian mengenai guru-guru serta perjalanan dalam menimba ilmu pengetahuan. Dugaan kuat mengatakan, bahwa ia pernah belajar di Seville dan Cordofa, karena kota tersebut merupakan kota pusat kegiatan akademik terbesar di Andalusia pada saat itu. Menurut Ibnu al-Khatib, bahwa Ibnu Tufail mempelajari Ilmu kedokteran di Granda, dan ada pula yang mengatakan bahwa ia merupakan salah satu murid Ibn Bajjah, akan tetapi ia sendiri mengaku tidak pernah bertemu dengn filosof itu.[2]
            Karena hubungannya yang baik dengan para pengusaha, Ibn Thufail memperoleh berbagai fasilitas, yang semuanya itu dapat mendukug semua kegiatan intelektualitasnya di kota itu. Melalui Ibn Thufail, Khalifah dapat mendatangkan para ahli dari berbagai bidang untuk berdiskusi tentang berbagai ilmu pengethuan. Di antara mereka terdapat nama Ibn Rusyd yang kemudian diminta untuk membuat komentar dari hasil karya-karyanya Aristoteles dalam bidang filsafat dan logika, dan terakhir ia diminta menggantikan kedudukan Ibn Tufail yang mengundurkan diri karena udzur.[3]
            Filsafat Ibn Tufail terkandung dalam bukunya Hayy Ibn Yaqsan yang menceritakan bagaimana Hayy, dari sejak bayi hidup sendiri disuatu pulau yang terasing dan dibesarkan oleh seekor rusa, namun dapat mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan melalui pemikiran akalnya, Hayy sampai kepada pengetahuan dan adanya Tuhan. Akalnya menghasilkan Agama yang bersifat berfilosofis,. Dalam buku tersebut juga diceritakan mengenai ulama yang bernama Asal yang datang ke pulau itu untuk menyendiri untuk menghadap Tuhan. Setelah ulama itu berjumpa dengan Hayy ternyata bahwa agama yang ditimbulkan pemikiran Hayy itu pada garis besarnya sama dengan agama samawi yang dianut oleh Asal.
            Gagasan yang ingin di sampaikan oleh Ibn Tufail melalui karyanya itu adalah mengenai pengetahuan yang diperoleh dari akal dan pengetahuan yanng dibawa whyu tidak bertentangan. Kedua pengetahan itu bersumber dari Tuhan. Filsafat Ibn Tufail yang bergantung dalam kisah hay Ibn Yaqsan itu selanjutnya dapat dibgi ke dalam masalah ketuhanan, alam semesta, jiwa, Epistomologi dan hubungan antara fisika dan agama.

B. Pemikiran Ibnu Thufail
1. ketuhanan
            Menurut Ibn Tufail Tuhan itu adalah pemberi wujud pada semua makhluk selaian itu Ibn Tufail memberi kesimpulannya bahwa alam ini diciptakan oleh Tuhan. Selanjutnya Ibn Tufail menambahkan bahwa sesuatu yang bergerak pasti ada yang menggerakan. Hal ini dapat menimbulkan proses tasalul, dan hal itu adalah mustahil. Oleh karena itu mesti harus ada yang menjadi penggerak pertamaa, yaitu Tuhan.
            Ibn tufail menegaskan bahwa keberadaan tuhan dapat diketahui oleh akal manusia. Untuk membuktikan adanya Tuhan Ibnu Thufail mengemukakan tiga argument, yaitu:
a) Argumen Gerak (al-Harokat).
            Gerak alam ini menjadi bukti tentang adanya Allah, baik bagi orang yang menyakini alam baharu (hadist), berarti alam ini sebelumnya tidak ada, kemudian menjadi ada. Oleh karena itu berarti ada penciptanya. Pencipta inilah yang menggerakkan alam dari tidak ada menjadi ada yang disebut dengan Allah. Tapi bagi orang yang menyakini alam kadim, alam ini tidak didahului oleh tidak ada dan selalu ada, gerak ala mini kadim, tidak berawal dan tidak berakhir, karena zaman tidak mendahuluinya (tidak didahului oleh diam) adanya gerak ini menunjukkan secara pasti adanya penggerak.

b) Argumen Materi (al-Madat)
            Argument ini, menurut Ibnu Thufail dapat membuktikan adanya Allah, baik yang menyakini alam kadim maupun hadistnya. Dalam hal ini Ibnu Thufail mengemukakan pokok pikirannya yang terkait antara satu dengan yang lainnya, yaitu:

1) Segala yang ada ini tersusun dari materi dan benuk
2) Setiap materi membutuhkan bentuk
3) Bentuk tidak mungkin bereksistensi penggerak
Dengan argumen diatas dapat dibuktikan adanya Allah sebagai pencipta alam ini, Ia Maha Kuasa, bebas memilih serta tidak berawal dan tidak berakhir.
c) Argumen al-Gayyat dan al-Mayyat.
            Pada argumen ini pernah dikemukakan oleh al-kindi dan Ibn Sina, bahwa segala yang ada di alam ini mempunyai tujuan tertentu dan merupakan inayah dari Allah.
            Mengenai apakah alam itu qadim atau hadist? Ibn Tufail sampai pada menyimpulkan bahwa keduanya bersifat antinomi. Yaitu bahwa kedua-duanya mempunyai kemungkinan benar. Ini tergmbar dari keraguan Hayy di dalam memilih salah satu dari kedua tersebut.  Kekalan alam dapat mengantarkn kepada eksistensi tak terbatas, dan hal ini adalah mustahil, sebaliknya kehadisan juga mustahil, karena jika adanya alam setelah tidak ada, tidak bisa tidak harus ada zaman yang mendahului alam, sedangkan zaman itu sendiri merupakan bagian dari alam, dan tidak bisa lepas darinya.
2.JIWA
            Menurut Ibn Tufail manusia itu adalah makhluk yang sangat tinggi martabatnya, karena manusia itu sendiri terdiri dari dua unsur yaitu jasad dan ruh (al-Madad wa al-Ruh). Badan tersusun dari unsur-unsur, sedangkan jiwa tidak tersusun. Jiwa bukan jism dan juga bukan sesuatu daya yang ada didalam jiwa. Setelah badan hancur (mengalami kematian) jiwa lepas dari badan, dan selanjutnya jiwa yang pernah mengenal allah selama dalam jasad hidup dan kekal.
Ibn Tufail berpendapat bahwa jiwa adalah sesuatu yang immateri atau daya yang ada dalam tubuh yang mengilhami berbagai fungsi yang berbeda, seperti gerak, rasa dan pikiran, sedangkan fisik hanyalah alat bagi jiwa, dan jika fisik itu hancur, maka jiwa akan pergi meninggalkan atau melepaskan dari badan dan memasuki alam immateri yang kekal.[4]
 Epistemolologi yang dikembangkan melalui tokoh Hayy dapat membawa Ibn Thufail kepada kedudukan sebagai seorang filosof muslim naturalis yang mendahului Francus Bacon. Thufail adalah seorang filosof muslim yang mengembangkan logika induktifnya yang menjadi dasar metode ilmiah yang dikembangkan hingga dewsa ini. Hal ini terlihat dari cara memaparkan gejala-gejala alam melalui klasifiasai, analisis dan pengambilan kesimpulan secara generalisir berdasarkan kriteria pemasaran dan perbedaan yang ada pada setiap objek yang dikaji.
 3. Fisika
Menurut Ibnu Thufail alam ini kadim dan juga baharu. Alam kadim karena Allah menciptakannya sejak azali, tanpa didahului oleh zaman (taqaddum zamany), dilihat dari esensinya alam adalah baharu karena terwujudnya alam (ma’lul) bergantung pada zat Allah (illat).
Pandangan menurut Ibnu Thufail ini merupakan kompromi antara pendapat Aristoteles yang menyatakan alam kadim dengan ajaran kaum ortodok Islam yang meyatakan alam baharu.
 KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Ibnu Thufail adalah seorang Filosof yang memiliki disiplin ilmu dalam berbagai bidang, tetapi tidak banyak mempunyai karya-karya seperti filosof lainnya, hanya sedikit karya-karyanya yang dikenal oleh orang. Kemudian pemikiran yang dihasilkan oleh Ibnu Thufail, yaitu: metafisika, Fisika, Jiwa, Epistimologi dan Rekonsiliasi antara filsafat dan agama. Ibn Thufail juga mengisyaratkan, bahwa antara filasfat dan agama tidak saling bertentangn atau berlawanan, Karen esensi yang diungkapkan oleh agama dan filsafat itu adalah sama tidak ada pertentangan satu dengn yang lainnya. Kebenaran yang satu itu tidak mungkin bertentangn dengan kebenaran dengan kebenaran yang linnya.
 
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zainal Hamdi, Tujuh Filsuf Muslim, Yoyakarta: Pustaka Pesantren, 2004.
M.M. Syarif, MA. “The Philosophers”, dari buku History of Muslim Philoshophy,
Bandung: Mizan, cet. I, 1985
Prof. Dr. H. Sirajjuddin, MA. Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, Yogyakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2007.


                [1] Mahmud Qasim, Dirasat fi al-Falsafah al-Islamiyah, Dar al-Ma’arif, Mesir edisi V, tahun 1973, hlm. 225.
                [2] Ahmad Fuad Al-Ahwani, loc. Cit., hlm.95
                [3] Sami S. Hawai, Islamic Naturalism and Misticism, E.J. Brill, Leiden, 1974, hlm. 140-149
                [4]M.M Syarief, loc. Cit., hlm. 167

Ditulis Oleh : IMM Tarbiyah ~IMM Komisariat Dakwah

IMM.Dakwah Anda sedang membaca artikel berjudul Ibnu Thufail.

Ditulis oleh IMM Komisariat Dakwah.

Silahkan manfaatkan dengan bijak.

Blog, Updated at: 20.26